Translate

Jumat, 08 Februari 2013

Obyek Wisata Alam di Aceh Besar Bag II

Ini kelanjutan destinasi wisata di Kabupaten Aceh Besar, semoga bermanfaat untuk Anda yang ingin menghabiskan waktu luang Anda untuk berlibur

14. Museum Cut Nyak Dien

Museum Cut Nyak Dien
Berkunjung ke museum Cut Nyak Dhien, pengunjung dapat mengenang keberanian dan kepahlawanan seorang Srikandi dalam perjuangan mempertahankan tanah air dari penjajahan Belanda. Musium ini memiliki nilai – nilai sejarahm buday dan berarsitektur khas Aceh. Di dalamnya terdapat bukti dan benda – benda sejarah koleksi peninggalan Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar.

Musium Cut Nyak Dhien berbentuk rumah tradisional merupakan rumah srikandi Aceh yaitu Cut Nyak Dhien. Di era perang Aceh, rumah ini sempat dibakar oleh tentara Belanda pada tahun 1893 yang kemudian dibangun kembali pada permulaan tahun 1980an dan dijadikan musium. Lokasi museum terletak di sebelah barat jalan banda Aceh Lhok Nga, di daerah pedesaan dengan hamparan sawah yang hijau, tepatnya di Desa Lampisang, Kecamatan Lhok Nga, Kabupaten Aceh Besar.

Cut Nyak Dhien adalah seorang pahlawan wanita Aceh yang gagah berani. Ia lahir di Lampadang tahun 1848, dan menikah pada usia dua belas tahun. Pada tahun 1878, suami pertamanya, Ibrahim Lamnga meninggal karena tertemnak dalam sebuah pertempuran melawan Belanda. Dua tahun kemudian, seorang pria bernama Teuku Umar dating ke pihak keluarga Cut Nyak Dhien untuk melamarnya. Secara pribadi, Cut Nyak Dhien bersedia menerima lamarannya asalkan Teuku Umar menerima permohonannya, yaitu apabila menikah dengannya agar ia diizinkan ikut bersama suamionya berperang melawan Belanda. Permohonan Cut Nyak Dhien diterima Teuku Umar dan pada tahun 1880 mereka pun menikah. Sebagai seorang istri, ia setia dan selalu mendukung perjuangan suaminya.

15. Benteng Indra Patra Aceh Besar

Benteng Indra Patra
Benteng Indra Patra yang terletak di kawasan Krueng Raya, Aceh, kurang lebih 19 kilometer arah timur Banda Aceh--kian ramai dikunjungi wisatawan. Benteng peninggalan Hindu yang dibangun Sultan Iskandar Muda itu memiliki keunikan pada arsitektur bangunannya. Benteng itu juga menjadi saksi hadirnya kebudayaan selain Islam di Serambi Mekah.

Dari jejak arsitektur yang ada, Benteng Indra Patra diperkirakan dibangun pada abad ke tujuh oleh Kerajaan Lamuri. Pada awalnya, ada tiga bagian besar di benteng tersebut dan yang paling luas berukuran 70 x 70 meter dengan tinggi dinding tiga meter lebih. Sayangnya, seiring dengan perjalanan waktu, jumlah benteng itu kini hanya tersisa dua.

Bagian lain benteng adalah tempat pertahanan yang langsung menghadap ke Selat Malaka, sehingga terlihat strategis. Sedangkan di sisi lain, ada sebuah ruangan yang sangat kokoh berukuran 35 x 35 meter dan tinggi 4 meter. Bahkan, untuk mencapai ke bagian dalam benteng harus dilakukan dengan memanjat dinding. Kini Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Nasional Aceh terus merenovasi benteng tersebut.

16. Makam Laksamana Malahayati Aceh Besar

Makam Laksamana Malahayati
Makam Laksamana Malahayati berada pada bagian puncak bukit kecil. Sekeliling areal makam adalah perladangan penduduk. Pencapaian ke kompleks makam tersebut ditempuh dengan cara menaiki susunan anak tangga semen mulai dari bawah bukit. Areal makam dibatasi pagar tembok dengan pintu masuk berada di timur. Ada tiga makam yang berada dalam satu jirat dan dinaungi oleh satu cungkup. Jirat berbentuk persegipanjang dari semen yang dilapisi keramik putih. Ukuran tinggi jirat dari permukaan tanah sekitarnya adalah 30 cm.

Berikut adalah deskripsi makam:

- Makam I:

berada di sisi barat dilengkapi sepasang nisan tipe pipih bersayap. Bagian kaki berbentuk balok, antara kaki dan badan terdapat pelipit. Bagian bawah badan berhiaskan kuncup bunga teratai. Terdapat 3 panel kaligrafi berbingkai di tengah badan nisan, hiasan sulur-suluran di bagian sayap nisan. Puncak nisan berbentuk atap limasan.

- Makam II:

berada di antara Makam I dan Makam III, tipe nisan pipih tanpa sayap. Kaki nisan berbentuk balok, antara kaki dan badan terdapat pelipit. Pada bagian bawah nisan berukirkan kuncup bunga teratai. Pada bagian tengah badan terdapat 3 panel kaligrafi berbingkai dan motif garis-garis. Bahu kiri dan kanan nisan meruncing ke atas. Di atas bahu nisan terdapat dua susun mahkota teratai yang diakhiri bagian puncak berbentuk atap limasan.

- Makam III:

terletak di sisis timur dari Makam II. Ukuran nisan lebih kecil dari Makam I dan Makam II. Bentuk nisan pipih tanpa sayap. Nisan yang berada di bagian utara dan selatan telah patah. Selain nisan aslinya yang telah patah, nisan di bagian utara juga ditandai dengan batuan alam.

Laksamana Keumala Hayati atau Malahayati adalah wanita pejuang Aceh yang terkenal dalam kemiliteran pada masa Kerajaan Aceh Darussalam di bawah pimpinan pemerintahan Sultan Alaiddin Ali Riayat Syah IV Saidil Mukammil (1589-1604 M). Malahayati diberikan kepercayaan oleh sultan sebagai kepala pengawal dan protokol di dalam dan di luar istana. Saat masih kanak-kanak ibunya telah meninggal dunia, dan selanjutnya diasuh oleh ayahnya sendiri bernama Laksamana Mahmudsyah (Tim, 1998:19). Malahayati kecil sering diajak ayahnya pergi dengan kapal perang. Pengenalannya dengan kehidupan laut itu kelak membentuk sifatnya yang gagah berani dalam mengarungi laut luas.

Selain berkedudukan sebagai Kepala Pengawal Istana, Malahayati juga seorang ahli politik yang mengatur diplomasi penting kerajaan. Dalam suatu peristiwa pada tanggal 21 Juni 1599, kerajaan kedatangan dua kapal Belanda, Deleeuw dan Deleeuwin dibawah pimpinan dua orang kapten kapal bersaudara, yaitu Cornelis dan Frederik de Houtman (Tim P3SKA, 1998:19). Maksud kedatangan mereka adalah untuk melakukan perjanjian dagang dan memberikan bantuan dengan meminjamkan dua kapal tersebut guna membawa pasukan Aceh untuk menaklukan Johor pada tanggal 11 September 1599. Peminjaman kapal tersebut ternyata merupakan bentuk tipu muslihat Belanda, karena ketika para prajurit kerajaan menaiki kapal, kedua kapten kapal tersebut melarangnya sehingga terjadilah bentrokan yang tak terhindarkan. Dalam peristiwa itu banyak dari pihak Belanda tewas, kedua kaptennya ditangkap oleh pasukan Aceh yang dipimpin oleh Malahayati. Karena kecakapannya itulah kemudian sultan mengangkatnya menjadi Laksamana. Selanjutnya atas izin sultan dan inisiatif dari Laksamana Malahayati, dibentuk sebuah pasukan yang terdiri dari para janda yang ditinggalkan oleh suaminya karena gugur dalam perang. Pasukan itu bernama Inong Balee di bawah pimpinan Laksamana Malahayati sendiri. Markas pasukan ini berada di Lam Kuta, Krueng Raya Kabupaten Aceh Besar (Tim P3SKA, 1998 :14). Salah satu jejak perjuangan yang masih tersisa hingga kini adalah kompleks makam Malahayati yang berada di puncak bukit dan sebuah benteng yang disebut Benteng Inong Balee di tepi pantai Selat Malaka, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

17. Perpustakaan Kuno Tanoh Abee Aceh Besar

Perpustakaan Kuno Tanoh Abee
Perpustakaan ini merupakan tempat penyimpanan buku-buku dan catatan peninggalan ulama-ulama Aceh zaman dahulu, yang ditulis dalam bahasa Arab. Judul buku yang telah ditulis ini sebanyak 3.000 sampai dengan 4000 judul, yang kesemuanya itu ditulis tangan, yaitu ilmu pengetahuan tentang Islam, Sejarah dan kebudayaan Aceh dari abad 16 hingga 19 M. Perpustakaan Tanoh Abee terletak di dalam kompleks Pesantren Tanoh Abee yang didirikan oleh keluarga Fairus yang mencapai klimaks kejayaannya pada masa pimpinan Syekh Abdul Wahab yang terkenal dengan sebutan Teungku Chik Tanoh Abee.

Beliau meninggal pada tahun 1894 dan dimakamkan di Tanoh Abee. Pengumpukan naskah (manuskrip) Dayah Tanoh Abee telah dimulai sejak Syekh Abdul Rahim, kakek dari Syekh Abdul Wahab. Naskah yang terakhir ditulis pada masa Syekh Muhammad Sa’id, anak Syekh Abdul Wahab yang meninggal dunia pada tahun 1901 di Banda Aceh, dalam tahanan Belanda. Perpustakaan ini banyak dikunjungi wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

lokasi atau tempat perpustakaan ini adalah di Desa Tanoh Abee, Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar, Jarak tempuh sekitar 42 km dari Kota Banda Aceh.
adapun cara anda menuju lokasi adalah menggunakan mobil pribadi ataupun sepeda motor, karena tidak ada angkutan umum untuk menuju objek wisata ini.

18. Masjid Tua Indra Puri

Masjid Tua Indra Puri
Masjid ini dibina pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Beliau lahir pada tahun 1590 Masihi dan memerintah Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1607 sehinggalah meninggal dunia pada tahun 1636. Masjid ini dibina di atas sebuah candi (kuil) Hindu yang telah dibina pada masa Kerajaan Indrapuri

Masjid Indrapuri berada di Desa Pekuan Indrapuri, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar. Menurut Kepala Seksi Pelestarian dan Pemanfaatan BP3 Aceh, Dahlia, masjid berkonstruksi kayu ini didirikan di atas reruntuhan bangunan benteng yang diperkirakan bekas peninggalan Hindu yang pernah dimanfaatkan sebagai benteng pertahanan di masa pendudukan Portugis dan Belanda.

Nah itulah destinasi wisata dikawasan Kabupaten Aceh Besar. Ini semua hanya sebagian dari wisata di Aceh Besar masih banyak lagi tempat wisata yang harus Anda kunjungi dikawasan ini. Semoga ini bermanfaat untuk Anda yang ingin menghabiskan waktu liburan Anda di tempat-tempat tersebut.
                                            




Selasa, 05 Februari 2013

13 Obyek Wisata Alam Di Aceh Besar Bag I

Nah jika yang lalu dijelaskan obyek wisata di Nangroe Aceh Darussalam berupa pantai dan Goa, nantinya saya akan coba jelaskan satu persatu objek wisata apa saja yang ada di Nangroe Aceh Darussalam dari Aceh Besar sampai kota madya Sabang. Nah sekarang kita mulai dari Kota Aceh Besar

1. Pantai Lampu'uk

Pantai Lampu'uk
Pantai Lampu`uk mempunyai pantai dengan pasir putih yang sangat indah, sehingga tempat ini sangat cocok sebagai area rekreasi baik untuk berenang, berjemur, memancing, berselancar atau pun sekedar menikmati suasana pantai yang indah. Sebelum terjadi tsunami, daerah ini merupakan perkampungan tradisional bagi masyarakat Aceh Besar dengan penduduknya yang bekerja sebagai nelayan, petani cegkeh, pegawai pabrik Semen PT SAI dan lain-lain.
Di kawasan ini juga terdapat Padang Golf Seulawah dengan latar belakang panorama laut. Di sore hari pantai ini terasa lebih indah dan penuh pesona. Pengunjung dapat menyaksikan indahnya matahari terbenam, sehingga memberikan suatu kenikmatan tidak terlupakan. Disekitar pantai juga banyak tempat makan dengan penjaja ikan yang siap dipanggang dan bisa langsung dinikmati pengunjung.
Saat tsunami melanda Aceh, kawasan ini termasuk kawasan yang sangat parah kondisinya. Karena daerah ini terletak di bibir pantai dan di ujung pulau Sumatera, maka kerusakan akibat tsunami sangat fatal. Cukup banyak penduduk di daerah ini menjadi korban. Namun kini tempat ini telah dikelola kembali oleh pemerintah sehingga pengunjung dapat kembali menikmati keindahan pantai ini walaupun di pantai ini ada zona terlarang untuk berenang karena pusaran ombaknya yang terlalu berbahaya. Kawasan ini juga telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai monumen tragedi tsunami.

2. Pantai Lhok  Me

Pantai Lhok Me
Pantai Lhok Me berada di Desa Lamreh, Dusun Lhok Mee, Jalan menuju Krueng Raya, sekitar 30 Km dari Kota Banda Aceh.
Untuk mencapai tempat ini bisa menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat.
Pantai Lhok Mee merupakan pantai berpasir putih yg indah dan menjadi salah satu tempat rekreasi bagi masyarakat lokal maupun wisatawan. Disepanjang pinggir pantai terdapat warung yg menjual makanan dan minuman bagi para pengunjung.


 3. Pantai Lhoknga

Pantai Lhoknga
 Pantai Lhoknga yang berada di Aceh Besar, jaraknya hanya 20 km dari Kota Banda Aceh tepatnya dikawasan PT. Semen Andalas Indonesia. Sebelum stunami menghantam Aceh tahun 2004 lalu, kawasan pantai ini cukup memberikan nuansa wisata pantai yang alami. Banyak pohon-pohon rindang terutama pohon kelapa yang tumbuh berjejer dan rimbun memberikan kesejukan, juga pohon cemara atau aron.
Pantai pasir putih dengan sedikit bebatuan yang memantulkan warna biru laut seolah-olah sebuah aquarium karena menampakkan ikan-ikan yang berwarna-warni. Deretan penjaja makanan dan minuman dibawah pohon serta gunung yang hijau bersebelahan dengan laut, cukup melengkapi sebagi obyek wisata pantai yang alami. Banyak wisatawan baik lokal maupun manca negara setiap harinya mengunjungi atau sebagian orang singgah untuk istirahat sebentar untuk melanjutkan perjalanan ke pantai barat-selatan.

4. Pantai Ujung Batee

Pantai Ujung Batee
Pantai Ujong Batee terletak di Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, jaraknya menuju lokasi sekitar 17 ( tujuh belas ) kilometer dari kota banda aceh menuju Pelabuhan Malahayati.
Dan di sebelah kanan dari posisi pantai ujong batee hanya ada pulau weh di laut bebas persis di pintu masuk Selat Malaka. Sementara sebelah kirinya Pulau Aceh di samudera Hindia.



5. Air Terjun Kuta Malaka

Air Terjun Kuta Malaka
Air Terjun Kuta Malaka adalah air terjun yang berada di Kuta Malaka, Kecamatan Samahani, Kabupaten Aceh Besar, Nanggro Aceh Darussalam.
lebih kurang 600 m dpl, yang bertingkat-tingkat.
Konon kata masyarakat setempat mencapai 8 tingkat dan ada yang mengatakan 20 tingkat.Untuk menuju ke lokasi kita harus menempuh perjalanan sejauh 30 km dari pusat kota Banda Aceh.



6. Air Terjun Peukan Biluy 

Air Terjun Peukan Biluy
Air Terjun Peukan Biluy adalah Objek Wisata Air Terjun yang merupakan salah satu obyek wisata alam yang ada di Kabupaten Aceh Besar tepatnya di Desa Biluy, Kecamatan Darul Kamal, dan juga merupakan tempat rekreasi bagi penduduk setempat. Tempat wisata air terjun Pekan Biluy ternyata masih meninggalkan sisa-sisa kejayaannya. Sebuah bekas bangunan kafe kayu masih berdiri rongsokannya, juga ada 2 tempat duduk beton memanjang disitu. Untuk melihat langsung posisi air terjun pengunjung harus menaiki anak tangga sebanyak 172 buah dengan kemiringan rata-rata 45 derajat

7. Air Terjun Sihom Lhong 

Air Terjun Sihom/ Suhom Lhong
Air terjun Suhom ini berada di tengah panorama alam yang indah dan alami. Di sekitarnya terdapat banyak pohon durian, pada musim durian banyak yang berjualan durian di sekitar air terjun. di sekitar air terjun juga terdapat lokasi yang dapat digunakan untuk berkemah (camping).
Air terjun yang deras ini menjadi sumber energi listrik bagi masyarakat di sekitar Desa Kreung Kala. Sebuah pembangkit listrik tenaga mikrohidro kini telah dibangun di dekat air terjun dan dioperasikan untuk mengaliri listrik kepada penduduk Desa Kreung Kala.
Dari Banda Aceh menuju ke lokasi air terjun, terhampar pemandangan pantai yang menakjubkan dengan keindahan yang luar biasa, deburan ombak dan pasir putih terlihat dekat di sepanjang jalan, dan tampak pula barisan pegunungan yang tinggi dan indah.
Lokasi wisata alam Air Terjun Suhom, ramai dikunjungi pada hari libur , di tempat ini terdapat pemandu wisata yang berasal dari warga lokal.

8. Gunung Seulawah Agam 

Gunung Seulawah Agam
Gunung Seulawah Agam Kabupaten Aceh Besar. Seulawah Agam kaya akan berbagai Flora dan Fauna. Sebut saja Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatraensis), Kedih (Presbytis Thomasi), Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous), dan Jamur (Fungi) berbagai species serta satwa-satwa lainnya.
Menurut kabar, nantinya Seulawah Agam dan kembarannya Seulawah Inong akan dijadikan sebagai kawasan konservasi.
------------------
Cagar Alam Jantho Dari Banda Aceh (Ibukota Propinsi NAD) berjarak sekitar 50 Km. Dari Kota Jantho (Ibukota Kabupaten Aceh Besar) ke Kawasan Cagar Alam sekitar 9 km.
Menggunakan kendaraan pribadi ataupun sarana transportasi umum
Penjelasan Kawasan Cagar Alam Jantho menjadi kawasan lindung bagi pemerintah daerah Nangroe Aceh Darussalam. Berbagai Flora dan Fauna hidup dalam cagar alam ini. Waktu kunjungan terbaik pada bulan April s/d Agustus (Musim Kemarau) untuk menikmati pemandangan/panorama yang indah. Jenis Flora yang bisa didapati diantaranya hutan Pinus, Mampre, Jambu air, Gleum, Bremen, Sampang, Ara, Damar, Medang, Kayu hitam, Beringin, Meranti, Kandis, Rambutan hutan, Tampu, Ketapang, Medang ara, Lukup, Tampang, Lawang, Semiran, Anang, Jenarai, Kerakau, Rengen, Merbau.
Sementara keanekaragaman fauna yang bisa dijumpai seperti siamang, Owa, Macan dahan, Kucing Hutan, Rusa, Kijang, Kancil, Napu, Gajah, Kambing Hutan, Beruang, Trenggiling, Kukang, Kuao.

9. Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree

Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree
 Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree berada di lokasi Kabupaten Aceh Besar, Hewan Gajah adalah satwa herbivora pemakan tumbuhan dan penyebar bibit dari hasil kunyahan yang tertelan melalui prosesi memamah biak dan dari kotorannya dapat membantu proses pembiakan biji secara natural, kotoran tersebut membantu proses percepatan tumbuhnya biji (dormansi) menjadi kecambah, juga kotorannya menghasilkan pupuk organik bagi hutan yang menjadi daerah lintasannya.
Awalnya, gajah yang menghuni PLG Saree merupakan gajah-gajah liar, yang kemudian ditangkap. Tetapi gajah-gajah ini ditangkapi karena kebanyakan dari mereka pernah melakukan tindakan-tindakan merusak seperti merusak kebun penduduk.
Gelar khas untuk gajah di Aceh adalah Teungku Rayeuk ini berarti penunjukan dan penamaan berdasarkan ciri phisik gajah yang besar dan raya, gelar tersebut ditabalkan para endatu Aceh pada zamannya, hingga kini sebutan itu juga masih lekat, dimana para endatu dapat hidup berdampingan dengan satwa besar ini bahkan dalam dinas peperangan kerajaan Aceh dimasa gemilang, dimana gajah menjadi teman disaat menjadi pasukan dan berperan sebagai tuan dan pengendara tapi cerita ini begitu sopan dan arif sehinga menjadi legenda turun menurun.
Mengapa demikan, kenapa begitu ramah dimasa endatu orang Aceh tersebut memperlakukan gajah sebagai teman dan sahabat baik manusia dan menempatkan gajah sebagai Teungku Rayeuk , di Aceh gelar Teungku berarti Orang Alim , kenapa gajah dianggap alim dan bersahaja,

10. Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan

Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan
Wisata Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan mempunyai sejarah panjang sebelum ditetapkan menjadi Tahura.

Sejak tahun 1930 kawasan Seulawah Agam telah ditetapkan menjadi kawasan hutan. Pada tahun 1990 Pemda Daerah Istimewa Aceh, melalui SK Gubernur Kepala D.I. Aceh No. 522.51/442/1990 tanggal 4 September 1990 membentuk Tim Taman Hutan Raya Seulawah. Luas peruntukannya mencapai 25.000 hektar, dari luas tersebut akan dipilih 10.000 hektar yang dianggap layak dan dapat mewakili keanekaragaman potensi flora, fauna maupun potensi fisik lainnya yang ada. Ternyata dari luas yang diperkirakan awal 10.000 ha, hanya 6.300 ha yang ditetapkan sebagai luas areal Tahura, dan nama Tahura Seulawah kemudian ditetapkan menjadi Tahura Pocut Meurah Intan.
Tahura Meurah Intan terletak di gugusan kawasan hutan Seulawah Agam, berjarak 70 kilometer dari Kota Banda Aceh, di dominasi vegetasi hutan pegunungan dan Pinus Merkusi. Secara administratif berada di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Keadaan topografi Tahura Pocut, umumnya berbukit-bukit. Sebagian kecil adalah dataran dengan status sebagai hutan negara bebas dengan ketinggian 0 sampai 40 meter di atas permukaan laut (DPL) dan berada di kaki Gunung Seulawah Agam. Tahura Pocut menyimpan berbagai jenis flora yang didominasi kayu Pinus (Pinus mercusii) dan Akasia (Acasia auriculiformis) seluas 250 Ha, dan padang alang-alang yang luasnya 5.000 hektar atau 20 persen yang diselingi hutan-hutan muda. Penyebaran jenis-jenis flora ini hampir merata di semua kawasan, mulai hutan pantai, hutan dataran rendah hingga hutan dataran tinggi. Sedangkan jenis fauna antara lain Rusa (Cervus unicolor), Babi (Sus Scrofa), Landak (Hystrik brachyura), Kancil, Kera ekor panjang, Burung sri gunting, Burung sempala, Ayam hutan, dan Lutung. Di samping itu dijumpai juga jenis mamalia besar di antaranya Gajah (Elephas maximus). Penyebaran jenis fauna hampir merata di seluruh kawasan. Alamnya yang potensial sebagai tempat wisata karena didapati sejumlah obyek alam menarik, seperti air terjun berair panas, sumber air panas, kawah ie juk, kawah belerang, tempat mengasin satwa, kubangan gajah, rumah, kolam, saluran pembagi air, bendungan tua peninggalan Belanda, mata air, lembah Mon Jasa Ma, Makan Tgk. Lamcut, Mesjid Tgk. Keumuruh, tebing batu bersusun, lintasan gajah, lantai gunung berbatu, alur besar berbatu, gunung gajah, batu monyet, tempat bermain.
 
11. Krueng Aceh

Krueng Aceh
"Krueng Aceh" atau jika diterjemah kedalam bahasa indonesiakan "Sungai Aceh" adalah salah satu sungai yang terletak di provinsi Aceh . Sungai ini berhulu di Cot Seukek Kabupaten Aceh Besar dan bermuara di desa Lampulo Kota Banda Aceh.

Krueng Aceh mempunyai panjang lebih kurang 145 km dan beberapa anak sungai bermuara ke badan sungai tersebut, antara lain Krueng Seulimum, Krueng Jrue, Krueng Keumireun, Krueng Inong, Krueng Leungpaga dan Krueng Daroy.

Krueng Aceh mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang aktivitas masyarakat kota Banda Aceh, diantaranya digunakan sebagai sarana air minum (PDAM), sarana transportasi air dan irigasi. Selain itu juga dipergunakaa sebagai sandaran kapal-kapal nelayan yang berada di sekitar badan sungai. Sedangkan aktivitas umum yang dipergunakan oleh masyarakat kota Banda Aceh antara lain seperti pencucian mobil, pakaian, dan boat-boat nelayan.
Krueng Aceh di masa lalu'

Sejarah

Keberadaan Krueng Aceh pada zaman Kesultanan Aceh Darussalam, memiliki nilai yang sangat strategis dalam menumbuh-kembangkan kota ‘Bandar Aceh’---sebagai ibukota Kesultanan Aceh Darussalam yang kosmopolit.

Pasca pemindahan istana Kesultanan Aceh Darussalam dari Gampong Pande ke Darud-Duniya (tempat berdirinya Meuligo Aceh) sekarang, oleh Sultan Alaidin Mahmudsyah (1267-1309 Masehi). Situasi ibukota Kesultanan Aceh Darussalam, ketika itu sangat ramai oleh lalu-lalang kapal-kapal berukuran besar yang masuk hilir mudik membawa barang-barang perdagangan ke tengah wilayah kota. Bahkan kapal-kapal besar dari mancanegara itu, bisa masuk langsung melalui jalur Krueng Aceh hingga menembus wilayah jantung kota. Hal ini dimungkinkan, karena pada saat itu jalur Krueng Aceh merupakan jalur bebas hambatan untuk masuknya kapal-kapal perdagangan dan kapal penumpang. Sebab, tak ada tiang-tiang jembatan Peunayong dan Pante Pirak yang berdiri di tengah sungai pada saat itu.

Fungsi Krueng Aceh pada saat itu, sekilas hampir menyerupai fungsi dari Sungai Rhein---sungai terpanjang di Eropa. Seperti kita ketahui, hingga kini aktivitas kapal-kapal dagang berukuran besar yang melintasi sungai Rhein sangat padat dan ramai Setiap hari berton-ton barang dan ribuan penumpang diangkut dari satu kota ke kota lainnya di Jerman. Kota Koln dan Bonn di Jerman, termasuk kota yang ditunjang perekonomiannya oleh ‘jasa baik’ aliran Rhein. Kemudian kemajuan ‘pemanfaatan jasa sungai’ yang serupa dengan Koln--- juga berlangsung di sejumlah kota lainnya--- di luar Jerman.
Pada umumnya, sejumlah kota besar di Eropa yang berada di pinggiran Rhein, menggunakan jasa aliran air Rhein untuk menunjang kelancaran transportasi kapal-kapal dagang dan kapal fery. Para turis yang berkunjung ke Jerman, biasanya saling berebut kesempatan untuk menatap pesona kemajuan arsitektur kota-kota di Jerman yang terpancar indah di sepanjang aliran Rhein. Sebagai informasi tambahan, aliran air sungai Rhein itu mengalir dari wilayah pegunungan Swiss, menuju Austria, Jerman, Perancis, Belanda, hingga ke sejumlah negara maju lainnya di Eropa. Dan akhirnya sungai Rhein bermuara ke Laut Utara.

Di sekitar jalur pinggiran sungai Rhein, banyak ditumbuhi oleh sejumlah kebun anggur. Suasananya sangat tertata rapi dan cantik. Banyak pula warga kota ataupun para turis yang memanfaatkan sungai Rhein, sebagai tempat untuk berwisata bersama keluarga, sambil menikmati sejumlah makanan yang tersaji di atas ‘restoran kapal’. Biasanya para turis suka menikmati makanan khas Eropa, seperti roti hamburger, pizza hut, donat, sambil mereguk beberapa minuman khas Amerika Serikat, seperti Coca Cola, Pepsi atau sejumlah minuman bercita rasa buah-buahan segar lainnya. Meskipun lalu-lintas kapalnya sangat padat, namun pergerakan kapal yang lalu-lalang di atas ‘jalur krueng Rhein’ itu tetap berlangsung dengan lancar dan tertib.

Kondisi ini hampir menyerupai pula dengan fungsi Krueng Aceh dulu. Pada masa Sultan Iskandar Muda, Krueng Aceh sangat ramai disinggahi dan dilalui oleh kapal-kapal besar yang mengangkut barang dan penumpang. Dan juga sangat ramai dikunjungi oleh kapal-kapal dari mancanegara, yang mengangkut sejumlah orang untuk berdagang ke Bandar Aceh Darussalam.
Berdasarakan silsilah sejarah, pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, panorama di pinggiran sungai Krueng Aceh dan Krueng Daroy dulu, banyak ditumbuhi oleh aneka pepohonan yang berbuah manis dan segar, serta dengan berbagai jenis rasa buah-buahan lainnya. Dan di sekitar Krueng Aceh dan Krueng Daroy, juga banyak ditumbuhi oleh aneka bunga yang mekar mewangi memenuhi Taman Bustanussalatin.

Terlebih dari itu, menurut Dr.Kamal A.Arif, “Pada zaman kesultanan Aceh Darussalam tempo doeloe, air sungai Krueng Aceh dipercayai memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Mohon maklum saja, karena pada masa lalu, sungai ini memiliki air yang bersih dan sehat. Orang-orang yang memiliki berbagai macam penyakit datang dari berbagai daerah untuk mandi di sungai tersebut. Francois Martin pada tahun 1602, menduga bahwa air sungai yang bersih ini memperoleh khasiat untuk menyembuhkan penyakit, karena adanya tanaman obat-obatan seperti kamper, dan pohon benzoat yang ditanam di hulu sungai.”

Para pedagang dari Arab, Turki, Kerajaan Mughal, dan dari berbagai tempat lain di seluruh India, setelah merasakan dan meminum air tersebut, mengatakan bahwa dari semua negara yang telah mereka kunjungi, tidak ada sungai yang seperti sungai di Krueng Aceh Darussalam, yang manis rasanya. Dan dapat menjadi obat bagi setiap manusia yang ikut minum dan mandi di dalam Krueng Aceh. Kondisi tersebut, juga berlaku sama bagi yang mandi dan minum di Darul-‘Isyki (Krueng Daroy), pada masa Kesultanan Aceh Darussalam dulu.

Sultan Iskandar Muda, yang sengaja membelokkan aliran air Krueng Daroy ke dalam istana. Sebagai Sultan Kerajaan Aceh Darussalam yang termasyhur dan teguh memegang adat, Sultan Iskandar Muda sangat memperhatikan sistem pelestarian lingkungan hidup. Dia melarang orang menebang pohon. Lalu Sultan, selalu menjaga kebersihan dan kejernihan sungai Krueng Daroy dan Krueng Aceh. Sehingga kedua sungai itu sangat higienis untuk tempat mandi, bahkan juga bisa menjadi obat penyembuh luka-luka pada bagian kulit. Atau dapat pula menyembuhkan berbagai jenis penyakit yang menahun lainnya, melalui proses penyegaran natural (alamiah) yang muncul dari air Krueng Aceh.

Dari segi higienis, Krueng Daroy dan Krueng Aceh pada masa lalu, jauh lebih jernih dari sungai Rhein. Kondisi Krueng Aceh dan Krueng Daroy, dapat lebih terjaga kedamaian dan kenyamanannya kala itu,karena semua aliran sungainya berada di bawah kedaulatan Sultan Iskandar Muda. Berbeda, dengan posisi sungai Rhein yang melintasi sejumlah negara di Eropa, dimana pada masa lalu sering menjadi wilayah perebutan kekuasaan antara berbagai negara di Eropa. Sejak masa kekaisaran Romawi.

12. Waduk Keuliling 

Waduk Keuliling
Jika Anda pernah melewati jalan Banda Aceh - Medan, pasti akan melewati jalan menuju ke waduk ini, jika dihitung-hitung dari pusat Kota Banda Aceh ke waduk Keuliling ini ada sekitar 35km lebih atau membutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat.

Waduk yang dibangun sejak tahun 2000 silam ini baru bisa dinikmati oleh warga sebagai salah satu tempat wisata pada tahun 2008. Walaupun demikian, waduk yang merupakan multi fungsi ini memang selalu kerap dikunjungi warga diakhir pekan untuk bersantai dan menikmati pemandangan yang asri.

Sumber air waduk ini berasal dari irigasi Keuliling, sungai sebagai sumber untuk waduk Keuliling tersebut juga merupakan salah satu sub-basin DPS Krueng Aceh yang mempunyai potensi air yang cukup besar untuk meningkatkan penyediaan air baku dalam rangka memenuhi kebutuhan air untung Banda Aceh dan Aceh Besar.

Waduk buatan yang berada di antara bukit-bukit tersebut memberikan suasana tersendiri bagi penikmat alam, selain terdapat pondok-pondok kecil untuk bersantai, tempat jualan, mushalla untuk beribadah, juga bagi Anda yang hobi mancing juga bisa menjadi salah satu tujuan untuk melepaskan kegemaran tersebut di waduk ini.

Selain itu pemandangan yang sungguh luar biasa menjadi salah satu keunikan, pasalnya Anda bisa menikmati beragam keindahan alam lainnya seperti view yang memanjakan mata, mulai dari penampakan gunung Seulawah sampai pegunungan yang menghubungi Aceh Besar ke pantai barat kota Lamno, Aceh Barat dan sekitarnya.

Tidak hanya itu, saat kita mengunjungi sebuah mushalla yang berada disalah satu bukit, kita juga akan menyumpai dua buah makam peninggalan lama seperti yang bisa Anda lihat dalam gambar di atas.

Waktu itu, saya melihat batu nisan dengan corak lama terpampang jelas. Namun, saya tidak tahu makam siapakah ini karena disana tidak terdapat namanya. Ketika itu saya cuma mampu melihat sebuah tulisan di nisannya yang bertuliskan bahasa Arab dengan lafadz “Lailahaillallah”.

Dalam catatan perjalanan saya, waduk keuliling ini menjadi tempat favorit untuk menikmati alam bebas selain hamparan laut. Karena sensasi berbeda di waduk keuliling bisa membuat kita lupa akan rutinitas, tidak hanya itu desiran angin siang hari di tengah-tengah waduk bisa membuat kita terbawa untuk rileks. Ingin buktinya? jangan lupa singgah ke waduk Keuliling ini jika Anda tiba di Banda Aceh ya.


13. Cagar Alam Jantho 

Dari Banda Aceh (Ibukota Propinsi NAD) berjarak sekitar 50 Km. Dari Kota Jantho (Ibukota Kabupaten Aceh Besar) ke Kawasan Cagar Alam sekitar 9 km. kita dapat kesana Menggunakan kendaraan pribadi ataupun sarana transportasi umum.

Kawasan Cagar Alam Jantho menjadi kawasan lindung bagi pemerintah daerah Nangroe Aceh Darussalam. Berbagai Flora dan Fauna hidup dalam cagar alam ini. Waktu kunjungan terbaik pada bulan April s/d Agustus (Musim Kemarau) untuk menikmati pemandangan/panorama yang indah. Jenis Flora yang bisa didapati diantaranya hutan Pinus, Mampre, Jambu air, Gleum, Bremen, Sampang, Ara, Damar, Medang, Kayu hitam, Beringin, Meranti, Kandis, Rambutan hutan, Tampu, Ketapang, Medang ara, Lukup, Tampang, Lawang, Semiran, Anang, Jenarai, Kerakau, Rengen, Merbau. Sementara keanekaragaman fauna yang bisa dijumpai seperti siamang, Owa, Macan dahan, Kucing Hutan, Rusa, Kijang, Kancil, Napu, Gajah, Kambing Hutan, Beruang, Trenggiling, Kukang, Kuao.
Sumber : berbagai sumber 

Senin, 04 Februari 2013

Wisata Goa, Menyusuri Jejak Legenda dan Sejarah Aceh

Aceh saat ini merupakan daerah di ujung Pulau Sumatra yang terus berbenah diri. Baik yang dilakukan oleh pemerintah ataupun pihak swasta dn dari masyarakat sendiri. Umtuk menarik wisatawan berbagai cara dilakukan untuk mengoptimalkan destinasi wisata di wilayahnya. Jika kemarin membicarakan wisata pantainya sekarang akan diulas tentang wisata goa yang tentunya tidak kalah menarik untuk dikunjungi.

Jika selama ini, Aceh hanya dikenal dengan wisata alam, bahari (pantai) dan wisata religious yang memang menjadi ikonnya Aceh, seperti halnya keagungan Masjid Raya Baiturrahman, selalu mengundang orang untuk datang ke ibukota Provinsi Aceh ini. Maka, tak salah jika pemerintah Provinsi Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh mengandalkan masjid yang penuh sejarah ini menjadi bagian utama dari pengembangan objek wisata spiritual di Asia Tenggara.

Pasca gempa dan tsunami 7 tahun silam, potensi wisata Aceh yang terbentuk dari hikmah sebuah bencana juga menjadi andalan daerah yang terletak di paling ujung pulau sumatera, Indonesia ini. Sehingga tak mengherankan, banyak orang yang datang ke Aceh selalu menyempatkan berbagai keajaiban yang terjadi pasca tsunami menjadi daerah yang "wajib" dikunjungi.

Namun dibalik itu semua, Aceh sebenarnya memiliki potensi wisata yang sangat menjanjikan jika mampu dikembangkan. Potensi ini berupa wisata Goa. Di Aceh ratusan goa baik berukuran kecil dan besar. Selama ini potensi wisata goa ini hanya dikelola secara bisa dibilang "seadanya". Sehingga banyak orang yang tidak tahu akan potensi wisata di perut bumi itu.

Wisata goa di Aceh sama saja berwisata jejak legenda sekaligus sejarah di Aceh. Banyak cerita rakyat yang melegenda tentang asal muasal dan keberadaan goa tersebut pada zaman dahulu. Bahkan banyak goa yang bernilai sejarah.

Berikut sejumlah goa yang melegenda di Aceh dan sebagian bernilai sejarah yang layak dikunjungi jika anda berkunjung ke provinsi berjuluk "Serambi Mekah" ini.

Goa Putri Pukes

Goa Putri Pukes adalah salah satu objek wisata di kabupaten Aceh Tengah. Satu ke unikan di goa ini ada patung yang diyakini warga secara turun temurun merupakan patung Putri Pukes yang menjadi batu, sehingga warga menamakan goa ini goa Puteri Pukes. Patung Putri Pukes ini mengeluarkan air mata. Konon ini terjadi karena dahulu kala orang yang menjadi patung tersebut tidak mengindahkan petuah orangtuanya (baca: Putri Pukes, Antara Legenda dan Sejarah). Kisah ini menjadi legenda di antara masyarakat sekitar. Benar atau tidak legenda Putri Pukes, sampai sekarang tidak ada yang tahu.

Selain hari libur, obyek wisata ini juga ramai dikunjungi pada hari-hari biasa. Goa Putri Pukes kini telah menjadi tempat wisata. Di dalam goa ada batu yang diyakini sebagai Putri Pukes ini juga ada kendi dan memiliki kursi batu serta alat pemotong kuno yang terbuat dari batu.

Seorang penjaga goa, Abdullah, mengungkapkan kalau batu tersebut semakin besar, karena terkadang batu itu menangis sehingga ada air yang keluar dari dalam batu. Disamping itu, ada sebuah sumur besar yang setiap tiga bulan air di sumur itu kering dan air tidak ada, jika ada air orang pintar akan datang untuk mengambil air. Sementara Kendi atau tempayan air yang telah menjadi batu pernah diambil orang, tetapi kembali lagi karena orang tersebut gelisah setelah mengambilnya.

Goa Loyang Koro

Masih di Aceh Tengah, Goa Loyang Koro (lubang kerbau-red) adalah salah satu objek wisata goa yang terletak di kaki Gunung Birahpanyang, sekitar 15 meter dari bibir pantai Danau Laut Tawar dengan kedalaman 20 meter. Goa Loyang Karo terletak di desa Toweren, Kecamatan Laut Tawar, hanya 7 Km dari Kota Takengon.

Menurut cerita dan catatan sejarah, goa ini dulunya adalah tempat bersembunyi Sultan Aceh dari kejaran tentara Belanda. Konon, goa ini dijadikan jalur lintas pera penggembala kambing dan kerbau yang membawa hewan ternaknya dari Takengon ke Isaq, Linge. Jalur ini digunakan untuk mengamankan hewan gembalaan dari santapan binatang buas yang kala itu jika menempuh jalan umum, masih diselimuti hutan lebat.

Suatu hari, saat para penggembala ini membawa hewan secara bersamaan dari pinggiran kota Danau laut Tawar dan Isaq, ditengah jalan di dalam goa mereka bertemu dan tak bisa saling menghindari sehingga terjadi kegaduhan yang menyebabkan runtuhnya dinding goa sehingga jalan tertutup dan tidak dapat dilewati lagi.

Goa Putri Ijo (Putri Hijau)

Goa Loyang Puteri Ijo ini memiliki luas arel sekitar 0,25 Ha yang terdapat di pinggiran Danau Laut Tawar, Aceh Tengah. Konon kisah ini berawal dari dua orang sedarah menikah dan awalnya si wanita ini tidak tau bahwa lelaki yang menikahi dia kakak kandungnya, lalu si wanita ini malu ketika tahu suaminya adalah kakak kandungya. Dan wanita itu mengubur dirinya sendiri di pinggir Danau Tawar, dan konon menjadi ular hijau yg di sebut "puteri ijo" yang besar seperti naga.

Goa Loyang Datu Merah Mege

Goa Loyang Datu Merah Mege adalah objek wisata yang berpanorama indah, tidak hanya menawarkan keindahannya saja tetapi juga legenda yang mengikutinya. Area objek wisata ini juga dilengkapi dengan tempat peristirahatan dan tempat duduk untuk menikmati air deras yang mengalir didasar Goa. Goa Loyang Datu Merah Mege terletak 26 km dari ibu kota Kabupaten Aceh Tengah.

Di Aceh Tengah juga terdapat sejumlah goa lagi, seperti Goa Loyang Datu dengan luas 6 Ha, Goa Loyang Kaming (1 Ha), Goa Loyang Moyang Prupi dan di Bener Meriah ada goa Loyang Seribu yang memiliki air terjun dengan luas sekitar 20 ha

Goa Muslimin

Goa ini terdapat di Kabupaten Aceh Selatan. Ini merupakan goa alami yang terletak di kaki sebuah bukit yang berada kira-kira 15 km dari pusat kota Tapak Tuan ke arah Blangpidie, Aceh Barat Daya (Abdya).

Goa ini terletak tidak jauh dari pinggir jalan besar. Jika hendak menuju ke daerah ini, dari pinggir jalan tersebut kita harus turun ke sebuah sungai yang cukup lebar dan berkerikil, namun masih bisa dilewati oleh mobil. Dengan menyusuri sungai sekitar 5 menit bisa sampai di kaki sebuah bukit yang berbatas dengan bibir kiri sungai.

Di dalam goa ini terdapat stalakmit yang berbentuk kulit harimau sehingga dinamakan batu harimau dengan warna mirip lorengnya raja hutan tersebut dengan warna hitam dan kuning keemasan. Di Aceh Selatan juga terdapat goa lain, seperti Goa Kalam, Goa Panton Bili, Goa Batu Meucanang, Goa Kalam memiliki luas 2 Ha, Goa Kelongsong dan Goa Pancang.

Goa Toejoh (Goa Tujuh)

Goa Tujuh atau lebih dikenal dengan sebutan guha Toejoh yang terletak dalam kawasan perbukitan kapur antara Kecamatan Batee dan Muara Tiga, Pidie, sekira 20-an kilometer ke arah utara dari jalan negara Banda Aceh-Sigli kawasan Simpang Beutong.

Keunikan di dalam Guha Toejoh sendiri, di sana terdapat batu yang merupai lembu, batu yang menyerupai profil hidangan ketan dan cadas yang menyerupai tempat tidur pengantin serta sebuah bongkahan karang yang mirip dengan sebuah batu besar yang letaknya seakan-akan tergantung mengasing dari tanah tanpa ada ikatan, disebut bate megantung (batu yang tergantung).

Konon, Guha Toejoh ini ditabalkan namanya, karena di kedalaman goa utama, di sana terdapat tujuh ruangan yang di masing-masih dindingnya hingga kini masih terdapat coretan-coretan lama yang merupakan tanda-tanda dan catatan yang diyakini memiliki makna tertentu. Mungkin itu ukiran tulisan tangan yang ditinggal oleh para pencari kearifan makrifat yang pernah bertapa di dalam goa ini.

Bahkan, konon lewat salah satu lorong yang ada di goa ini, ada aulia di Aceh yang bisa pergi hingga tembus ke Mekah guna menunaikan ibadah haji. Sehingga tak mengherankan, goa ini sangat "keramat" bagi orang-orang yang ingin mendalamkan ilmu keagamaan.

Goa Seumantong

Goa ini terletak di desa Lambaro Biluy Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar. Berjarak hanya 1 jam dari kota Banda Aceh dengan menggunakan sepeda motor dan berjalan kaki kita bisa sampai ke mulut goa yang belum pernah tersentuh oleh manusia ini.

Ornamen-ornamen yang beragam dan lorong-lorong yang sempit membuat goa ini susah untuk ditelusuri. Goa dengan panjang 3 km ini memiliki aliran air yang sekarang sudah mulai mengering. Di Aceh Besar ada juga goa Harimau.

Selain goa-goa tersebut, di sejumlah daerah kabupaten/kota di Aceh juga masih terdapat banyak goa, seperti Goa Pintu Kuari di Kampung Selamat di Kabupaten Aceh Tamiang, Goa Cot Mancong di Aceh Barat Daya (Abdya). Di Simelue terdapat Goa Air Pinang dengan luas 500 Ha, Goa Anao dan Goa Sembilan. Di Nagan Raya terdapat Goa Naga dan Goa Temiga, serta di Sabang terdapat Goa Lueng Angen.

Berbagai potensi wisata goa ini merupakan, anugrah ciptaan sang pencipta yang maha kaya. Tinggal kita sebagai manusia untuk bisa memaksimalkan menjadi potensi yang menjanjikan. Sehingga bukan saja bermanfaat bagi peningkatan perekonomian masyarakat sekitar, namun bisa juga menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD).*

Minggu, 03 Februari 2013

Daftar Tempat Wisata Alam di Aceh

Saya akan mulai postingan ini dengan menunjukan pesona alam di propinsi paling ujung di Indonesia, yaitu propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), walaupun sempat terpuruk akibat goncangan gempa Desember silam namun tidak mengurangi ke indahan pesona alam propinsi paling ujung di Indonesia ini, dan berikut ulasannya:


Propinsi Aceh termasuk daerah istimewa ini terbagi dalam 17 Kabupaten dan 4 pemerintahan kota, masing-masing dengan keunikan seni dan budayanya yang tinggi. Masyarakatnya terdiri dari 10 suku asli yaitu suku Aceh, suku Gayo, suku Alas, suku Aneuk Jamee, suku Melayu Tamiang, sukun Kluet, suku Devayan, suku Sigulai, suku Haloban, suku Julu. Terbesar adalah suku Aceh, yang menyebar di berbagai wilayah. Sceh dengan kerajaan Islamnya dikenal dalam pergaulan dunia sebagai sebuah negeri yang makmur dan tercatat di urutan lima besar dalam pengembangan Islam di dunia. Berbagai objek wisata alam dan peninggalan sejarah dengan mudah dapat disaksikan di berbagai tempat di Aceh.

Pantai Lhok Nga dan Lampu’uk
Bagi anda yang menyukai rekreasi pantai, anda bisa mengunjungi pantai Lhok Nga dan Lumpu’uk, pantai dengan pemandangan indah di sebelah barat Kota Banda Aceh. Meskipun fasilitasnya masih sederhana, namun pantai ini menjadi tujuan rekreasi yang populer bagi masyarakat setempat.

Pantai Gapang dan Iboih
Pantai yang paling indah di Pulau Weh terdapat di Gapang dan Iboih. Selain pantainya yang indah, pulau ini juga memiliki lokasi penyelaman dan snorkeling yang menarik dan juga kawasan wisata hutan yang terletak di tengah pulau. Bagi anda yang suka dengan kegiatan menyelam dan snorkeling, di Gapang dan Iboih terdapat banyak lokasi penyelewengan peralatan.

Pantai Paradiso
Kota Sabang memiliki beberapa objek wisata  khususnya wisata pantai.  Tak jauh dari pusat kota, 10 menit berjalan kaki, terdapat Pantai Paradiso dengan Pasir Pantainya yang putih serta suasana yang teduh karena banyak tumbuh pohon kelapa yang menaungi kawasan pantai.

Pantai Kasih dan Pantai Sumur Tiga
Pantai lainnya yang berlokasi di dekat kota adalah Pantai Kasih dan Pantai Sumur Tiga yang merupakan kawasan piknik yang cukup populer, lokasi ini berada 30 menit berjalan kaki dari pusat kota Sabang.

Pulau Weh
Di lepas pantai utara Banda Aceh terdapat sebuah pulau cantik bernama Pulau Weh. Kota Sabang terdapat di Pulau Weh atau juga sering disebut dengan Pulau Sabang. Di pulau ini anda dapat menikmati sejumlah lokasi pantai dengan pemandangan indah dihiasi nyiur melambai. Sebuah jalan yang mulus telah dibangun sehingga memungkinkan bagi anda yang ingin mengunjungi lokasi wisata alam Pulau Weh lengkap dengan keindahannya.

Pulau Rubiah
Sekitar 100 meter dari Pantai Iboih terdapat Pulau Rubiah yang merupakan pulau kecil ditumbuhi hutan lebat dengan pantainya yang memiliki tanaman laut yang sangat indah yang dikenal dengan nama Kebun Laut.

Danau Aneuk Laot (Danau Anak Laut)
Sekitar 2 kilometer dari Kota Sabang, terdapat Danau Aneuk Laot (Anak Laut) yang menjadi sumber kebutuhan air tawar di kota ini. Di dekat danau ini terdapat sebuah bukit di mana dari atasnya dapat melihat pemandangan ke arah pelabuhan dan teluk Sabang. Sekitar 17 kilometer dari Sabang terdapat Gunung berapi yang kadang-kadang mengeluarkan asap  dari kawah di puncaknya.
Air Terjun Tingkat Tujuh
Tapaktuan terletak sekitar 200 km di selatan Meulaboh ddan merupakan kota terbesar di Aceh Selatan. Salah satu objek yang menarik di Tapaktuan adalah Air Terjun Tingkat Tujuh. Disebut demikian karena air baru sampai ke permukaan tanah setelah melewati tujuh buah terjunan dan setiap lokasi terjun membentuk sebuah kolam di mana kolam tersebut bisa dimanfaatkan pengunjung untuk mandi mandi.

Pantai Tu’i Lhok
Berada sekitar 18 kilometer di sebelah utara Tapaktuan, terdapat Pantai Tu’i Lhok, merupakan pantai yang paling bagus di kawasan Tapaktuan. Di dekat pantai ini terdapat sebuah air terjun kecil di mana para wisatawan dapat mencuci badan setelah berenang di laut. Air terjun yang lebih besar terdapat di Pantai Air Dingin yang berada di selatan Pantai Tu’i Lhok.

Pulau Simeuleu
150 km dari lepas Pantai Tapaktuan terdapat Pulau Simeuleu pulau terpencil yang dikenal karena hasil perkebunannya yaitu cengkeh dan kelapa. Selain itu tidak ada lagi yang dihasilkan dari pulau ini meski demikian Pulau Simeuleu memiliki suasana yang tenang dengan penduduknya yang ramah. Untuk menuju ke Pulau Simeuleu dapat menumpang kapal dari Meulaboh ke Sinabang atau pesawat udara tiga kali seminggu dari Medan via Meulaboh.

Teluk Jamin
Teluk Jamin adalah sebuah desa pantai yang terletak 70 km selatan Tapaktuan dan merupakan salah satu tempat keberangkatan untuk menuju ke Kepulauan Banyak. Untuk menuju ke Teluk Jamin dapat menumpang bis umum yang banyak melewati Teluk Jamin dalam perjalanan menuju ke Tapaktuan di utara, Subulus Salam dan Sidikalang di Selatan.

Kepulauan Banyak
Berada sekitar 30 km dari lepas pantai Singkil di Kabuapten Aceh Singkil, Kepulauan ini merupakan kumpulan pulau yang terdiri dari 99 pulau besar dan kecil dan sebagian besar tidak berpenghuni. Ombaknya tenang, pulaunya indah dengan daya taraik taman laut dan berbagai ikan hias. Banyak wisatawan yang datang karena ingin melakukan wisata petualangan atau ingin mencoba gaya hidup kembali ke alam dan menikmati panorama yang masih asli.

Pulau Bangkaru
Anda juga dapat mengunjungi Pulau Bangkaru untuk melihat kura kura raksasa yang muncul di pantai setiap bulan Januari dan Februari atau kura kura hijau selalu ada sepanjang tahun. kura-kura ini dilindungi oleh sekelompok pecinta hewan dan lingkungan Turtle Fondation dari tangan orang-orang tidak bertanggung jawab yang ingin mengambil kura-kura ini untuk keuntungan pribadi. Jika tertarik untuk melihat kura-kura ini anda dapat menghubungi Turtle Fondation di desa Balai, Pulau balai, yang menyediakan paket perjalanan Pulau Bangkaru selama 3 hari. tersedia kapal motor yang berangkat dari Singkil dan Teluk Jamin di pantai barat Aceh menuju ke Pulau Balai yang merupakan pintu masuk  ke Pulau Bangkaru dengan waktu tempuh selama sekitar 4 jam. Jadwal keberangkatan kapal terkadang berubah karena kondisi cuaca di laut atau kapal menunggu penumpang sampai penuh sebelum berangkat.

Danau Laut Tawar
Di dekat Kota Tankengon, Aceh Tengah, terdapat Danau Laut Tawar yang memiliki panjang 26 km dan lebar 5 km serta kedalaman 50 meter. Danau ini dikelilingi oleh perbukitan yang memiliki lereng yang sangat curam dan juga sebuah gunung berapi Burni Telong dengan ketinggian 2.500 meter. Di utara danau terdapat Gunung Geureundong dengan ketinggian 2855 meter.

Gua Loyang Karo dan Gua Loyang Putri Pukes
Masih di sekitar Danau Laut Tawar terdapat sejumlah gua yang dapat dikunjungi wisatawan antara lain Gua Loyang Karo dan Gua Loyang Putri Pukes. Gua pertama berada di tepi danau, di dalam gua terdapat stalagtit  dan menjadi kediaman hewan kelelawar. Gua ini berada sekitar 6 km dari Takengon, pengunjung dapat menumpang kendaraan umum labi-labi dari Takengon (jalan Baleatu) ke Gua Loyang Karo dan Gua Loyang Putri Pukes. Anda perlu membawa alat penerangan seperti senter jika ingin masuk ke dalam gua.  Sekitar 4 km melewati Gua Loyang Karo ada Gua Loyang Putri Pukes. Di dalamnya terdapat sebuah batu yang menurut cerita legenda dulunya adalah seorang wanita bernama Putri Pukes yang berubah menjadi batu karena kawin dengan pria asing dan tidak mau menuruti perintah ibunya. Namun sayang, erosi telah  merubah bentuk batu ini.

Wisata Air Panas Belerang Simpang Balik
Berada sekitar 15 km utara Takengon. Air panas di tempat ini disebut-sebut dapat menyembuhkan sejumlah penyakit kulit. Untuk menuju ke tempat ini anda dapat menumpang  labi-labi dari takengon menuju ke arah Bireun dan turun di simpang Balik. Lokasi air panas terletak 100 meter dari jalan raya.

Taman Nasional Gunung Leuser
Merupakan salah satu kawasan perlindungan flora dan fauna terbesar di Asia Tenggara. Diperkirakan terdapat sekitar 3.500 jenis flora di taman nasional ini. Tumbuhan langka yang terdapat di dalam taman nasional antara lain dari jenis rafflesia zippelni. Kawasan taman nasional ini meliputi hutan rawa di Pantai Barat Aceh hingga kawasan hutan hujan lebat tropis yang berada di dataran rendah bagian tengah. Masyarakat dunia menyebut Taman Nasional Gunung Leuser sebagai salah satu paru-parub dunia. Di dalam kawasan taman nasional hidup empat jenis hewan yang paling langka di dunia yaitu harimau, badak, gajah dan orang hutan. Dengan ketinggian lebih dari 1.500 meter di atas permukaan air laut menyebabkan hutan di kawasan taman nasional ini kaya dengan tanaman anggrek.

Sungai Alas
Di dalam wilayah taman nasional yang banyak digunakan wisatawan untuk kegiatan olahraga arung jeram. Anda penggemar olahraga arungjeram dapat mencoba keganasan Sungai Alas yang mengalir menuju Kabupaten Aceh Selatan sambil menikmati panorama keindahan alam hutan tropis Aceh dan perkampungan rakyat tradisional.

Hutan Rekreasi Gurah
Atau Taman Wisata Lawe Gurah memiliki lokasi yang menarik selain panorama alamnya yang indah. Di sini terdapat sumber air panas, danau air terjun, pengamatan satwa dan tumbuh-tumbuhan. Pengelola hutan wisata ini membangun jalur jalan untuk pengunjung yang menyukai trekking dan juga menara pandang agar para wisatawan dapat mengamati kehidupan hutan hujan Leuser. Kawasan trekking di hutan wisata ini dimulai dari Gurah hingga ke sumber mata air panas di dekat Sungai Alas dengan waktu tempuh selama 5 kilometer atau ke kawasan air terjun pada jarak sekitar 6 km. Pengunjung juga dapat bermalam di perkemahan yang berada di kawasan hutan wisata ini. Penginapan (Guest House) terdapat di Gurah dan Balailutu.

Gunung Kemiri
Dengan ketinggian 3.314 meter di atas permukaan laut memiliki puncak tertinggi ke dua di Taman Nasional Gunung Leuser. Perjalanan ke puncaknya memerlukan waktu lima hingga enam hari. selama trekking di jalur ini anda dapat menyaksikan hewan-hewan seperti orang utan, siamang dan gibon.

Gunung Leuser
Adalah gunung yang ketinggiannya mencapai 3.404 meter berada di atas permukaan air laut yang berada di kawasan taman nasional. Jika memiliki stamina prima, mungkin anda dapat mendakinya hingga ke puncak dengan waktu perjalanan 14 hari. trekking ke puncak leuser dimulai dari Desa Angusan, sebelah barat Blangkejeren.

Gunung Perkinson
Berada di sisi timur taman nasional dan trekking hingga ke puncak gunung setinggi 2.828 meter ini memerlukan waktu tujuh hari. dalam perjalanan ke puncak dapat menemui bunga raflesia pada ketinggian 1.200 meter dan juga hutan lumut.

Gunung Simpali
Memiliki ketinggian 3.270 meter dan perjalanan hingga ke puncaknya memerlukan waktu satu minggu dimulai dari Desa Engkran kemudian menyusuri lembah Sungai Lawe Mamas. Di kawasan ini hidup hewan langka badak. Sungai Lawe Mamas merupakan sungai berarus deras yang menyatu dengan sungai Alas sekitar 15 km di utara Kutacane.

Selamat mengunjungi dan nikmati pesona indahnya alam propinsi Nangroe Aceh Darussalam