Translate

Sabtu, 16 Februari 2013

10 WISATA ALAM DI ACEH JAYA

Jika Anda pergi ke propinsi NAD tidak ada salahnya Anda singgah terlebih dahulu ke berbagai tempat wisata yang disuguhkan oleh Kabupaten Aceh Jaya. Yang memiliki ciri khas tersendiri karena dahulu terkenal sebagai tempat tinggal para raja di Aceh.

Aceh Jaya berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, di sebelah selatan dengan samudra Indonesia dan Kabupaten Aceh Barat, di sebelah barat berbatasan dengan samudra Indonesia dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat.

Dan Anda akan membantu memajukan wisata-wisata di Aceh Jaya khususnya dan NAD umumnya dengan berbagi catatan perjalanan Anda dengan menulis travelog tempat-tempat wisata yang Anda kunjungi. Berikut beberapa tempat wisata alam yang harus Anda kunjungi jika Anda singgah ke Aceh Jaya:

1. Arung Jeram Sungai Teunom

Yang dimulai dari air terjun di hulu sungai sampai ke Desa Sarah Raya atau Desa Alue Jang, selama 3 jam, 24 km dari kota Teunom.Aliran sungai Teunom menyimpan banyak keindahan alamnya baik panorama maupun flora dan faunanya, sungai ini secara geografis merupakan kawasan hutan Ulu Masen yang tentu saja merupakan daerah yang masih perawan dengan sejuta keindahannya, disepanjang sungai terdapat batuan serta belasan air terjun dikanan-kiri Krueng Teunom yang bermuara ke Desa Sarah Raya Aceh Jaya. 

2. Pulau Tsunami

Tempat wisata di Aceh Jaya (Lamno), daapat ditempuh selama 2 jam dari ibukota propinsi, merupakan pulau yang terjadi akibat gempa bumi dan gelombang tsunami tahun 2004, dapat diakses dari Desa Ujung Sudhen dengan kapal selama 15 menit. Pulau ini diapit oleh Keuluang Pulau Sarang dan Gua Gunung Teumiga. 

Sangat indah bila dilihat dari atas Gunung Geurutee jalan Nagara. Pulau ini merupakan bukti sejarah untuk generasi yang akan datang, gelombang sengit nan dahsyat tsunami di Aceh  

3. Pantai Kuala Merisi 

Tempat Wisata di Aceh Jaya dengan Legenda Bate Putri Ratu Meurendam Dewi, untuk berenang dan tersedia warung-warung makanan dan minuman. Atraksi Pantai wisata alam sangat indah terutama ketika Anda bersenang-senang dengan keluarga Anda itu sangat baik, sambil menikmati deru pantai surfing dan mendengarkan Legenda Bate Putri Ratu Meurendam yang terdapat di muara Kuala Merisi telah membuat orang sangat tertarik dengan objek wisata ini. 


4. Pantai Kuala Dhoi

 Kuala Dhoi merupakan wiaata atraksi yang terletak di sebuah desa kecil yang terletak di tepi samudra Indonesia, yang berjarak sekitar 3 km, dari Lageun ibukota distrik dan 12 km dari ibukota Aceh Jaya (Calang), dengan pantainya yang landai dan berpasir putih bersih.












5. Teluk Rigaih

Objek Wisata Teluk Rigalih terletak di antara Desa Batee Tutong, Pulau Seumot dan Desa Rigalih sangat digemari oleh wisatawan sebagai tempat snorkling, diving maupun untuk memancing denga terumbu karang dan ikan beraneka ragam yang indah. 




6. Desa Batee Tutong

Desa Batee Tutong adalah nama desa yang terletak di kota Calang, kabupaten Aceh Jaya. Desa ini terletak sekitar 1 km dari kota Calang. Jika Anda mengendarai kendaraan menuju Banda Aceh maka desa ini terletak di sebelah kiri dari arah Meulaboh. Dari bibir pantai desa ini tidaklah jauh sekitar 20 meter. 

Dahulu desa ini deberi nama Batee Tutong karena tiap pergantian tahun pepohonan di desa yang terdapat di sebuah pulau mengalami layu seperti terbakar. Sejak itulah kampung ini dikenal dengan Batee Tutong yang artinya batu terbakar meskipun sekarang berubah nama menjadi panton makmur, tetapi  masyarakat tetap menyebutnya Batee Tutong yang artinya Batu Terbakar.

7. Danau Laut Nie Pineung Suasa

Sebuah Danau diperbukitan di Desa Pasi Timon kecamatan Teunom, memiliki keindahan pemandangan alam yang masih natural. Disekitar danau dikelilingi oleh pohon pinang merah dan aneka macam bunga-bunga yang langka, dan banyak ikan air tawar yang bisa dipancing oleh wisatawan yang berkunjung. 

8. Lhok Geulumpang 

Merupakan kawasan hutan yang alami yang menghadap samudra Hindia, dengan pantai yang landai dengan pasir putih untuk berjemur, snorkling, diving menikmati biota laut yang dilindungi, monyet-monyet dan pemandangan perbukitan. 









9. Pantai Pasir Saka

Merupakan pantai berpasir putih bersih yang berhadapan langsung dengan samudra Hindia, baik untuk snorkling, berenang dan berjemur berjarak sekitar 14 km dari Sampoinit. 

10. Pulau Reusam 

Tempat Wisata di Aceh Jaya berupa pantai landai berpasir putih bersih, untuk berenang dan snorkling, panorama alam indah, meriam tua peninggalan Belanda dan Jepang, dicapai dengan kapal dari Desa Batee Tutong dan Desa Rigaih selama 15 menit.
















 
   





Selasa, 12 Februari 2013

Wisata Belanja Dan Kuliner Di Aceh Besar

1. Pasar Lambaro

Nuansa pasar yang masih tradisional merupakan salah satu keistimewaan Pasar Lambaro. Hal tersebut dapat disaksikan di kedai-kedai makanan yang banyak menjual masakan khas Aceh dengan aroma dan rasa yang sangat enak. Di antara masakan khas Aceh yang dapat dinikmati oleh pengunjung di antaranya adalah gule pliek u (sayuran terkenal Aceh dengan 44 jenis bumbu), kari kambing, kari ayam, ayam tangkap, gule kepiting, gule ikan hiu, gule kepala ikan, dan sate matang. Masakan ini umumnya dijual pada siang hari. Pada pagi hari, banyak pengunjung yang datang untuk menikmati secangkir kopi dan menyantap hidangan kue ketan bakar, sedangkan pada sore dan malam hari, ada beberapa tempat yang berada tidak jauh dari jalan utama pasar yang dapat dikunjungi untuk membeli berbagai macam gorengan, seperti pisang goreng, ubi goreng, dan berbagai hidangan lainnya.
Lokasi
Pasar Lambaro berada di Desa Lambaro, Kecamatan Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia.

(Poncut/wm/19/04-08)

Info lebih lanjut, silahkan kunjungi web site kami: www.wisatamelayu.com

2. Sentra Industri Bordir Samahani 





JANTHO - Sentra industri kecil yang ada di Samahani, Aceh Besar berhasil mengembangkan produk kerajinan tas bordir dan beberapa aksesoris khas Aceh lainnya. Dalam sehari, kerajinan khas Aceh berhasil diproduksi oleh 25 perajin lokal hingga 52 sampai 100 unit tas bordir.
Pasar produksi industri khas Aceh ini mencakup wilayah Aceh, Medan dan Jakarta. Rata-rata per unit produk khas Aceh ini dijual seharga Rp 5 ribu sampai Rp 200 ribu. Harga tersebut bervariasi untuk masing-masing barang yang dijual.
"Pada tahun 2009, produk dari Samahani ini pernah di ekspor ke Alabama, Amerika utara. Namun pada awal 2011 ekspor tersebut terhenti tanpa alasan yang jelas," tutur Kordinator Produksi, Ermawati, Senin 14 Januari 2013.
Menurut Ermawati, produk kerajinan bordir tersebut saat ini masih terkendala dengan bahan baku produksi yang masih di pasok dari Pulau Jawa. Mereka kerap mengalami hambatan pasokan sehingga mengakibatkan terkendala pada proses produksi.[bna] Atjehpost.com
Berikut beberapa foto di Sentra Industri Khas Aceh Samahani :
























































3. Sajian Khas "Maulid Nabi"

Jantho - Banyak cara meluapkan kegembiraan saat perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW atau lebih populer dengan istilah Maulid Nabi.
Di Aceh, misalnya, yang khas dari perayaan Maulid adalah masakan bernama beulangong. Rasanya nikmat, gurih, dan kuasnya sedap banget!
Masakan ini diracik masal dalam wajan-wajan besar untuk menyuplai para jamaah yang sudah antri menunggu.
Tampak panitia membagikan kuah beulangong kepada warga pada kenduri Maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Gla Meunasah Baroe, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar, Kamis (24/1).
Tradisi perayaan maulid yang jatuh setiap 12 Rabiul Awal dilakukan oleh masyarakat Aceh dengan berbagai cara seperti zikir barzanji, ceramah agama, memberi santunan kepada anak yatim hingga makan kenduri bersama. | theglobejournal.com

Nah itulah sebagian wisata belanja dan kuliner yang terdapat Kabupaten Aceh Besar, semoga bermanfaat untuk Anda yang merencanakan liburan ke Aceh


Wisata Minat Khusus


Rencong…Senjata pusaka Rakyat Aceh



Rencong atau Rincong atau Rintjoeng adalah senjata pusaka bagi rakyat Aceh dan merupakan simbol keberanian,keperkasaan,pertahanan diri dan kepahlawanan aceh dari abad ke abad.
Menurut salah satu sumber Rencong telah dikenal pada awal Islam Kesultanan di abad ke-13.
Di jaman Kerajaan Aceh Darussalam rencong ini tidak pernah lepas dari hampir setiap pinggang ( selalu diselipkan dipinggang depan ).
Rakyat Aceh yang rata-rata punya keberanian luar biasa baik pria maupun wanita karena rencong ini bagi orang Aceh ibarat tentara dengan bedilnya, yang merupakan simbol keberanian, kebesaran, ketinggian martabat dan keperkasaan orang Aceh.
Sehingga orang-orang portugis atau portugal harus berpikir panjang untuk mendekati orang Aceh.
Di masa ini Rencong mempunyai tingkatan yang menjadi ciri khas strata masyarakat, untuk seorang Raja/Sulthan dan Ratu/Sulthanah untuk sarungnya terbuat dari gading dan untuk belatinya terbuat dari emas, hingga sampai ke strata masyarakat bawah untuk sarung terbuat dari dari tanduk kerbau ataupun kayu dan untuk belati terbuat dari kuningan atau besi putih, tergantung kemampuan ekonomi masing-masing.
Aceh sebagai sebuah kekuatan militer penting di dunia Melayu, dengan persenjataan yang sangat penting.
Karena hubungan internasional dengan dunia barat, bentuk rencong juga mulai mengikuti perkembangannya, terutama Turki dan anak benua India.
Rencong juga mempunyai kesamaan dengan blade yang dipakai oleh prajurit Turki di masa Sulthan Mahmud kerajaan Ottoman Turki dan juga Mughal scimitar dari beberapa orang dengan gaya rapiers dan daggers ( bahasa bule ) yang bergantung gantung dari ikat pinggang di tembok gantung Madras, India tahun 1610-1620.
sumber Belanda Yang merujuk pada persenjataan Aceh di abad ke 14. Contoh persenjataan ini dapat dilihat dalam ilustrasi buku baik pada perang kolonial Belanda yang dihasilkan oleh Pusat Data Dokumentasi dan di Aceh pada tahun 1977.
Sebuah majalah artikel populer yang menyatakan bahwa bentuk rencong itu invented di Aceh pada abad 16 pada jaman Sultan AI Kahar,Sultan yang mempunyai hubungan dekat dengan Khalifah Turki Ottoman,disaat meminta bantuan untuk menyerang Portugis.
Menurut salah satu sumber juga,Pada abad ke 18 Tokoh pahlawan sastra Pocut Muhammad untuk memerintahkan membuat rencong sebanyak-banyak karena persediaan baja yang menumpuk,rencong ini dapat dilihat di Museum Praha, Ceko.Rencong yang paling berharga dari abad ke 19 dengan ukiran huruf Arab ada di museum Jakarta .
Di masa lalu,simbolisme Islam dari rencong telah dihubungkan dengan Perang Suci atau jihad.dengan kekuatan senjata ditangan dan keyakinan pada kuasa Allah. Rencong seperti memiliki kekuatan yang ghaib.sehingga si masyarakat Aceh sangat terkenal pepatah :
“Tatob ngon reuncong jeuet Ion peu-ubat, nyang saket yang tapansie Haba.”
Di masa Aceh mengusir Portugis dari seluruh tanah sumatra dan tanah malaka serta masa penjajahan Belanda rencong merupakan senjata yang mematikan disamping pedang dan bedil yang digunakan di medan perang, tidak hanya oleh para Sulthan, Laksamana,Pang, Pang sagoe, Uleebalang,Teuku,Teungku Agam, Sayed, Habib Cut, Ampon ,Cut Abang ( para kaum pria ) namun juga oleh Teungku Inong, Syarifah, Cut Kak, Cut Adoe, Cut Putroe, Cut Nyak ( kaum wanita ). Senjata ini diselipkan di pinggang depan setiap pria dan wanita perkasa Aceh sebagai penanda Keperkasaan dan ketinggian martabat, sekaligus simbol pertahanan diri, keberanian, kebesaran, dan kepahlawanan ketika melawan penjajah Belanda.
Dalam perjuangan dan pertempuran melawan Portugis dan Belanda, sejarah mencatat nama-nama besar pahlawan-pahlawan dan srikandi Aceh, seperti Tgk Umar,Panglima Polem,Teungku Chik Ditiro, Laksamana Malahayati,Pocut Meurah Intan, Pocut Baren, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, dan Teungku Fakinah yang tidak melepaskan rencong dari pinggangnya.
Rencong memiliki makna filosofi religius dan keislaman, Gagangnya yang berbetuk huruf Arab diambil dari padanan kata Bismillah. Padanan kata itu bisa dilihat pada gagang yang melekuk kemudian menebal pada bagian sikunya. Gagang rencong berbentuk huruf BA,gagang tempat genggaman merupakan aksara SIN, lancip yang menurun ke bawah pada pangkal besi dekat gagangnya merupakan aksara MIM, Pangkal besi lancip di dekat gagang yang erupai lajur-lajur besi dari pangkal gagang hingga dekat ujungnya melambangkan aksara LAM ,Bagian bawah sarung memiliki bentuk huruf HA, sehingga keseluruhan hurup “BA, SIN, MIM, LAM, HA”, susunan huruf yang terbaca membentuk kalimat Bismillah.Ini merupakan lambang yang memperlihatkan karakteristik masyarakat Aceh yang sangat berpegang teguh pada kemuliaan ajaran Islam.
Secara umum rencong atau Rincong yang menjadi senjata andalan dalam sejarah masyarakat Aceh dikenal, ada 5 macam yaitu :
- RIncong Meucugek :
Mengapa disebut rincong meucugek karena pada gagang rencong tersebut terdapat suatu cugek atau meucugek ( dalam istilah Aceh )seperti bentuk panahan dan perekat.
- Rincong Pudoi :
Dalam masyarakat Aceh istilah pudoi berarti belum sempurna alias masih ada kekurangan. kekurangannya dapat dilihat pada bentuk gagang rencong tersebut.

- Rincong Meupucok :

Keunikan dari Rincong ini memiliki pucuk di atas gagangnya yang terbuat dari ukiran dari gading atau emas. Bagian pangkal gagang dihiasi emas bermotif pucok rebung/tumpal yang diberi permata ditampuk gagang,keseluruhan panjang rencong ini lebih kurang 30 cm.bilah terbuat dari besi putih.sarungnya dibuat dari gading serta diberi ikatan dengan emas.
-Rincong puntong
Keunikan dari Rincong puntong pada Hulu Puntung, dengan belati yang ditempa dengan loga, kepala Rencong dari tanduk kerbau dan sarung dari kayu.


- Rincong Meukure:

Rincong ini mempunyai perbedaan dengan yang lain pada mata rincong yang diberi hiasan tertentu seperti gambar bunga,ular,lipan dan sejenisnya.
seiring perjalanan waktu senjata Rencong semenjak Aceh bergabung dengan Indonesia sampai sekarang perlahan-perlahan pusaka ini berubah fungsi hanya menjadi barang suvernir atau cenderamata dan pelengkap pakaian adat Aceh pengantin pria.
semoga Pemerintah daerah dapat menyelamatkan dan melestarikan asset sejarah Aceh dari abad ke abad ysng sangat berharga ini, kalau pusaka ini tidak berharga Aceh tidak akan digelar dengan ACEH TANOH RINCONG.
Artikel dan gambar dari berbagai sumber dalam dan luar negeri.
****
Rencong :
Senjata satu ini sudah dikenal sejak abad ke 13 di Tanah Aceh, pada periode ini dimana masa berkembangnya Kerajaan Samudera Pase, selaku kerajaan Islam pertama dikawasan Asia Tenggara. namun yang membuat saya penasaran siapa orang pertama yang menciptakan rencong, dengan kemampuan dan bentuknya ini senjata yang sempat menjadi julukan untuk tanah aceh dengan sebutan “Tanoh Rencong”. dari berbagai catatan sejarah belum ada penjelasan asal usul pencipta rencong lengkap dengan biodatanya.
Jenis rencong dan pemakainya

Pada umumnya Di Aceh Bentuk rencong melambangkan golongan/tingkatan status si pemakai. 


Ada 3 bentuk golongan rencong yang dikenal di aceh .
Pertama : Rencong Meupucok yang dipakai oleh kalangan atas (kaum bangsawan), perbedaan rencong meupucok pada gagangnya dibungkus dengan perhiasan emas.
Kedua : Rencong Meucugeek yang digunakan oleh kalangan menengah di aceh. Rencong meucugeek yakni rencong yang gagangnya dibuat dari gading gajah yang kadang-kadang dihiasi pula dengan perhiasan emas pada sumbunya.
Ketiga : Rencong Pudoi atau lebih dikenal dengan rencong biasa, pada dasarnya rencong peudoi ini gagangnya dibuat dari tanduk yang sudah diulas licin, sehingga mutunya tidak kalah dengan rencong yang sumbunya dibuat dari gading atau bergagang pucok yang dibungkus dengan emas.
Bentuk Umum Rencong
Meskipun bentuk rencong berbeda-beda namun yang membedakan secara bentuk adalah gagangnya.
Karena perbedaan bentuk itulah kemudian muncul nama-nama rencong itu sendiri, selain rencong meupucok, meucugeek dan peudoi (atau biasa) ada beberapa bentuk rencong lain yang dikenal diaceh, seperti rencong Meukuree dan rencong umum.
Rencong umum yang dimaksud adalah rencong yang tidak termasuk kedalam empat golongan rencong manapun.
Sedangkan dari fungsinya rencong terdiri dari beberapa jenis yang kesemuanya berfungsi sebagai senjata tusuk, antara lain : Uléè’ lapan sagoe, S i w a ‘i h, Uléè’bdh glima, Uléè’ paroh blesékan, Uléè’ dandan, Uléè’ mcucangge dan Uléè’janggok.
Secara umum detail gambaran rencong adalah sebagai berikut :
Gagang Rencong
1. Batang rencong
2. Fungsi kedudukan puting rencong didalam gagang.
3. Gagang rencong bentuk gagangmeucugek.
4. Bahagian rencong yang disebut cugee.
Puting Rencong
1. Puting rencong.
2. Batang rencong

Batang Rencong

Batang rencong, yaitu bagian besi yang menghubungkan puting dengan
bengkuang rencong.
1. Batang rencong
2. Bengkuang rencong yang berbentuk kuku elang atau kuku raja wali.
3. Bagian pangkal rencong sebelah mata rencong.
Bangkuang Rencong;
Bangkuang rencong ini bila diartikan dalam bahasa Indonesia, agaknya
lebih tepat disebut kuku elang atau kuku raja wali rencong.
Gunanya sebagai kuku penyangkut, apabila disarungkan berfungsi sebagai sangkutan bila diselipkan pada pinggang sipemakainya.
1. Bengkuang rencong
2. Bagian pangkal rencong
3. Bagian batang rencong yang dikatakan juga reukueng-reukueng.
Perut Rencong;
Perut rencong merupakan bagian mata rencong yang letaknya di
tengah-tengah mata rencong.
Bagian ini diasah sehingga tajam, yang kadang-kadang dipergunakan untuk memotong sesuatu benda yang agak keras.
1. Perut rencong
2. Arah kebagian pangkal rencong.
3. Arah kebagian ujung rencong
4. Bagian yang diasah sehingga tajam, untuk memotong sesuatu
benda yang agak keras.
Ujung Rencong;
Ujung rencong adalah bagian mata rencong yang runcing, karena
pa ‘a bagian ujung rencong itulah vang menentukan tembus tidaknya,
sesuatu benda yang ditusuk atau ditancapkan dengan sebilah
rencong.
Di samping itu digunakan pula untuk menggores sesuatu benda yang hanya mempan ditembus oleh ujung rencong.
1. Ujung rencong
2. Arah kebagian perut rencong
3. Ujung yang sangat runcing untuk menembus sasarannya.
Karena ada rencong tertentu dianggap sebagai barang bernilai magis religius dalam pandangan masyarakat Aceh, maka rencong sama sekali tidak digunakan sebagai alat pemotong atau pengupas.
Dia dipakai apabila amat diperlukan, misalnya jika menghadapi musuh. Pada dasarnya setiap masyarakat Aceh memiliki sebilah rencong sebagai senjata yang mendampingi hidupnya, sejak mereka berumur 18 tahun, walaupun rencong itu tidak dibawa serta atau diselipkan dipinggangnya.
sumber : buku rencong Karangan Drs. T. Syamsuddin dan Drs. M. Nur Abbas terbitan Museum Negeri Aceh – 1981
****
Tradisi Pembuatan rencong Terancam Punah
Tradisi pembuatan rencong terancam punah, terutama di Kabupaten Aceh Utara, yang selama ini dikenal sebagai salah satu sentra kerajinan senjata tradisional khas Nanggroe Aceh Darussalam tersebut.
Di Aceh Utara, sentra perajin rencong hanya terdapat di Kecamatan Tanah Pasir, yang saat ini hanya tersisa satu perajin.
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dianggap kurang peduli dalam membina perajin rencong yang saat ini lebih banyak dimanfaatkan sebagai sovenir khas Aceh, dibanding fungsinya di masa lalu sebagai senjata tradisional.
Salah seorang perajin rencong yang masih tersisa di Kecamatan Tanah Pasir Ishak (57) menuturkan, sebenarnya setelah tahun 2000-an, masih ada tiga orang perajin rencong di Tanah Pasir.
Bahkan, pesanan rencong dari Tanah Pasir sempat mengalami kenaikan saat masa darurat militer.
Pasukan TNI yang ditugaskan ke Aceh sering kali memesan rencong buatan tangan tersebut di Tanah Pasir sebagai sovenir.
“Bahkan saya sempat heran, tentara yang baru datang ke Aceh pun sering datang ke sini. Rupanya mereka diberi tahu teman-temannya kalau di sinilah salah satu sentra rencong terbaik di Aceh,” ujar Ishak, yang ditemui di bengkel kecilnya, di Desa Blang, Kecamatan Tanah Pasir, Sabtu (4/4).
Ishak menuturkan, beberapa tahun terakhir di Kecamatan Tanah Pasir hanya tinggal dia seorang perajin rencong yang masih bertahan. Sejumlah dua perajin lainnya menutup usaha dan bengkelnya.
“Salah satu perajin adalah abang saya.
Usahanya tak dilanjutkan karena beliau meninggal,
sedangkan satu perajin lainnya kini tak lagi membuat rencong
karena kalah kualitas dan rencong buatannya kurang laku,” ujarnya.
Sebenarnya, meski menjadi satu-satunya perajin yang masih tersisa dan praktis tanpa saingan, Ishak mengaku cukup prihatin karena keberadaan perajin senjata tradisional di Aceh Utara tersebut bisa punah jika usahanya tutup.
Saat ini, Ishak dibantu oleh anak kelimanya, Abdul Manan.
Menurut Ishak, pemerintah daerah terkesan tak peduli dengan keberadaan perajin rencong.
Sebab, menurut Ishak, dia pernah mengirimkan permintaan bantuan modal untuk membuka bengkel pembuatan rencong di luar bengkel yang kini ada di samping rumahnya.
“Maksudnya agar ada lagi bengkel lain untuk pembuatan rencong, tetapi sampai sekarang tak pernah ada bantuan dari pemerintah daerah,” ujarnya.
Sebenarnya, sebagai jenis usaha kecil dan mikro, Ishak merasa berhak mendapat bantuan dari pemerintah.
Setiap hari, Ishak dan anaknya mampu membuat tiga buah rencong ukuran kecil (tiga inci) dan sebuah ukuran sedang (enam hingga tujuh inci).
“Biasanya, setelah jadi, ada agen yang datang ke mari untuk kemudian memasarkannya di Lhokseumawe atau bahkan di bawa luar Aceh,” katanya.
****
Setelah Keris Kini Giliran Rencong
Unesco telah mensahkan keris, senjata tradisional Jawa, sebagai warisan budaya yang diakui dunia untuk dilestarikan.
Mengapa lembaga budaya PBB ini tidak melirik rencong, senjata tradisional Aceh?
Apa pula yang menyebabkan masyarakat Aceh kurang tertarik menyimpan rencong di rumah mereka?
Berikut laporan Lola Alfira reporter Radio FAS FM, mitra Radio Nederland di Meulaboh.
Rencong merupakan senjata tradisional Aceh, yang mempunyai unsur atau mencerminkan lambang kegagahan dan semangat kedaerahan. Artinya masyarakat Aceh memiliki pemikiran dan pandangan bahwa rencong merupakan senjata yang terbuat dari bahan material dan tidak ada nilai magis di dalamnya.
Karena hal tersebut dilarang benar dalam agama Islam, berbeda dengan keris. Demikian Teuku Ahmad Dadek, pemerhati budaya di Aceh barat.

Magis

Teuku Ahmad Dade: “Pandangan masing-masing komunitas dalam melihat persoalan itu berbeda.
Artinya ketika orang Aceh melihat rencong itu berbeda persoalannya dengan ketika orang Jawa melihat keris.
Karena bagi orang Aceh rencong hanya merupakan sebuah senjata tradisional.
Artinya orang Aceh memiliki pemikiran dan pandangan bahwa senjata rencong itu adalah material, tidak ada nilai-nilai magis di situ.
Karena bagi orang Aceh hal-hal seperti itu dilarang benar dalam agamanya.
Artinya menggantungkan harapan bahwa rencong mempunyai kesaktian, mempunyai hikmah dan sebagainya, dalam perfektif orang Aceh sangat tabu, dilarang.
Tapi dalam arti kehidupan orang Aceh itu justru mempunyai nilai keagamaan.
Bahwa rencong itu didisain dengan menggunakan huruf Arab dalam bismillah.
Itulah yang menjadi pegangan dari pada rencong.”
Pada masa konflik dan tsunami, toko-toko penjual suvenir Aceh diserbu pembeli yang berasal dari luar daerah, hanya untuk memburu rencong dalam berbagai ukuran.
Namun kini sebagian toko penjual suvenir Aceh tersebut gulung tikar. Molyeni dari toko Umi Suvenir mengakui masyarakat Aceh sendiri tidak ada minat membeli rencong, kecuali untuk diberikan kepada tamu yang datang dari luar. Ia menjelaskan.
Tergantung peminat
Molyeni: “Daya minat untuk pembelian rencong sekarang sangatlah jauh berbeda dengan waktu masa konflik.
Karena waktu masa konflik itu, hampir 99% rata-rata semua suka yang namanya rencong.
Itu harus terbawa pulang.
Setiap satu orang paling sedikit bawa pulang 3-5 bilah.
Jadi, pada saat itu rencong sangat berarti bagi bagi pendatang.
Kami selalu menyediakan stok banyak.
Tapi sesudah tsunami, juga tidak jauh beda dengan kita bandingkan sesudah perekonomian di Aceh mulai stabil, harga rencong tergantung sekarang dengan peminat, tamu datang ataupun orang-orang Aceh yang mau keluar yang membeli.
Orang Aceh sendiri kurang ada minat, kalau bukan untuk dia membawa barang keluar.
Orang Aceh sendiri kalau untuk kebutuhan membeli rencong untuk pemakaian, itu sangat-sangatlah kurang.
Apalagi sekarang kalau ada pejabat-pejabat yang turun ke Aceh, terutama ke Meulaboh, pasti yang diberikan rencong.”
Namun mengapa masyarakat Aceh sendiri kurang begitu peduli dan tidak begitu menjadikan rencong sebagai warisan leluhur yang harus dijaga dan dipelihara kelestariaannya?
Teuku Ahmad Dadek kembali menjelaskan hal tersebut terjadi karena tidak ada sosialisasi ke masyarakat.
Teuku Ahmad Dadek: “Agar rencong ini dapat dicintai oleh masyarakat, salah satunya adalah menempatkan rencong, agar di tiap rumah itu memiliki rencong.
Kemudian juga anak-anak sekolah diperkenalkan pada filosofi, kemudian sejarah rencong dan sebagainya, agar rencong ini tidak akan pernah lagi menjagi menjadi barang yang kuno lagi.”

Jangan Jawa saja

Untuk menyelamatkan rencong pemerintah Aceh harus melakukan langkah-langkah sistematis, seperti mensahkan senjata tradisional daerah.
Hal tersebut diutarakan Rosna warga Meulaboh.
Rosna: “Saya berharap pemerintah juga mengesahkan senjata tradisional daerah lainnya, seperti rencong dari Aceh.
Jangan hanya benda sejarah dari Jawa saja yang diperjuangkan. Pemerintah Aceh juga harus berusaha untuk mensosialisasikan rencong sebagai senjata khas daerah yang harus dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat Aceh.
Jangan nanti rencong hanya menjadi simbol kedaerahan saja.”
Bahkan sangat disayangkan jika peran pemerintah daerah tidak ada dalam mengupayakan penyelamatan rencong tersebut, ucap Zulkifli warga Meulaboh lainnya.
Zulkifli: “Kalau pemerintah Aceh tidak ada kepedulian terhadap nasib rencong sebagai senjata tradisional, kami berharap sebagai masyarakat Aceh kepada pemerintah Aceh atau pemerintah Indonesia supaya mengesahkan rencong sebagai senjata tradisional Aceh yang diakui oleh dunia.”
Bismillah
Rencong adalah senjata tradisional Aceh. Bentuknya menyerupai huruf L dan bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan bertuliskan Bismillah.
Rencong sendiri termasuk dalam katagori belati, bukan pisau atau pedang.
Rencong dibuat menurut tingkatan pemakainya.
Untuk kalangan raja atau sultan biasanya rencong khusus dibuat dari gading bagian sarungnya, sedangkan bagian belatinya terbuat dari emas murni.
Sedangkan rencong-rencong lain hanya terbuat dari tanduk kerbau ataupun kayu sebagai sarungnya, kuningan atau besi putih sebagai belatinya. Harga rencong ukuran kecil berkisar Rp.45 ribu, sedangkan ukuran paling mahal dihargai sampai jutaan rupiah.
Namun Isnu Kembara dari majelis adat Aceh barat lebih setuju jika rencong disebut sebagai alat budaya, bukan senjata tradisional.
Isnu Kembara: “Rencong itu merupakan alat budaya orang Aceh, bukan senjata untuk perang atau membunuh orang.
Tapi ia merupakan alat budaya Aceh”.

Qanun rencong

Bukan hanya mensosialisasikan yang harus diupayakan oleh pemerintah Aceh, namun usaha untuk mengangkat kembali industri rencong, mendata serta memberikan penghargaan kepada para pengrajin, membuat pemeran khusus rencong serta melakukan seminar-seminar yang melibatkan masyarakat serta pelajar harus dilakukan.
Dengan begitu rencong tidak hanya menjadi simbol daerah yang nantinya bisa terlupakan.
Majelis adat Acehpun belum melegalkan dengan membuat qanun tentang fungsi rencong.
Salah seorang staf Unesco di Jakarta, Arya Gunawan, mengatakan, bisa saja jika rencong ingin diusulkan, syaratnya pemerintah Aceh harus mengusulkan kepada pemerintah pusat terlebih dahulu.
Kemudian pemerintah pusat akan bicara atau mengusulkan pada komite Unesco yang khusus mengurus masalah warisan budaya dunia. Prosesnya memang lama dan memerlukan banyak persiapan.
***


DIKUTIP DARI BERBAGAI SUMBER