Translate

Senin, 08 April 2013

Ekuador Siapkan Sumur Minyak Untuk Indonesia

Foto: Ekuador Siapkan Sumur Minyak Untuk Indonesia

@Ihsan

TRIBUNNEWS.COM, EKUADOR - Duta Besar Indonesia untuk Ekuador, Saut Maruli Tua Gultom berharap pengusaha Indonesia tidak ragu berinvestasi di Ekuador.

Sebab, saat ini kondisi Ekuador cukup kondusif dari berbagai aspek dan juga adanya payung hukum yang melindungi hubungan kedua negara. Termasuk dalam bidang ekonomi, yang bisa sangat menguntungkan para investor.

“Kami harap pengusaha Indonesia tidak ragu melakukan kegiatan usaha atau berinvestasi di Ekuador. Kerja sama kedua negara telah memiliki payung hukum termasuk dalam bidang ekonomi, tentu menjamin investasi warga negara Indonesia di Ekuador,” ujar Saut, Rabu (26/3).

Saat ini, Ekuador secara resmi menggunakan mata uang dollar AS sebagai alat tukar resmi memudahkan kegiatan transaksi bisnis.

”Isolasi terhadap Ekuador oleh negara-negara barat seperti AS dan negara-negara Eropa membuat Ekuador giat membangun kerja sama dengan Asia termasuk Indonesia," paparnya.

Menurut Saut, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Quito, Ecuador memiliki data dan informasi mengenai daftar investasi yang dibutuhkan. Baik di bidang pertambangan minyak dan gas, konstruksi, pertanian dan lain sebagainya.

“Presidennya yang doktor di bidang ekonomi dan masih aktif mengajar di Universitas di Ekuador akan menyakinkan para investor untuk berinvestasi. Ekuador sangat mengharapkan Indonesia bisa berinvestasi," tambahnya.

Khusus mengenai investasi di bidang perminyakan, Saut menjelaskan hal itu akan ditingkatkan dengan kerja sama antar Petro Ecuador dan Pertamina serta konsorsium perusahaan-perusahaan minyak di Indonesia.

”Indonesia sebelumnya pernah berupaya untuk bisa mendapatkan minyak dari Venezuela namun ditolak. Lalu, kenapa tidak dikembangkan dengan Ekuador saja, toh mereka juga berharap pada kita,” tegasnya.

Ekuador, telah memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi sebuah sumur minyak yang telah beroperasi. Indonesia diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi sebanyak 25 ribu barel dan cadangan minyak di sumur tersebut berjumlah 2 juta barel.

"Mereka hanya ingin kita menyuntikkan dana modal eksplorasi dan tenaga ahli di bidang perminyakan. Kita akan diberikan sumur yang sudah beroperasi dan tidak harus mencari sumur baru,” ujar Saut.

Penulis: Rachmat Hidayat  |  Editor: sanusi TRIBUNNEWS.COM, EKUADOR - Duta Besar Indonesia untuk Ekuador, Saut Maruli Tua Gultom berharap pengusaha Indonesia tidak ragu berinvestasi di Ekuador.

Sebab, saat ini kondisi Ekuador cukup kondusif dari berbagai aspek dan juga adanya payung hukum yang melindungi hubungan kedua negara. Termasuk dalam bidang ekonomi, yang bisa sangat menguntungkan para investor.

“Kami harap pengusaha Indonesia tidak ragu melakukan kegiatan usaha atau berinvestasi di Ekuador. Kerja sama kedua negara telah memiliki payung hukum termasuk dalam bidang ekonomi, tentu menjamin investasi warga negara Indonesia di Ekuador,” ujar Saut, Rabu (26/3).

Saat ini, Ekuador secara resmi menggunakan mata uang dollar AS sebagai alat tukar resmi memudahkan kegiatan transaksi bisnis.

”Isolasi terhadap Ekuador oleh negara-negara barat seperti AS dan negara-negara Eropa membuat Ekuador giat membangun kerja sama dengan Asia termasuk Indonesia," paparnya.

Menurut Saut, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Quito, Ecuador memiliki data dan informasi mengenai daftar investasi yang dibutuhkan. Baik di bidang pertambangan minyak dan gas, konstruksi, pertanian dan lain sebagainya.

“Presidennya yang doktor di bidang ekonomi dan masih aktif mengajar di Universitas di Ekuador akan menyakinkan para investor untuk berinvestasi. Ekuador sangat mengharapkan Indonesia bisa berinvestasi," tambahnya.

Khusus mengenai investasi di bidang perminyakan, Saut menjelaskan hal itu akan ditingkatkan dengan kerja sama antar Petro Ecuador dan Pertamina serta konsorsium perusahaan-perusahaan minyak di Indonesia.

”Indonesia sebelumnya pernah berupaya untuk bisa mendapatkan minyak dari Venezuela namun ditolak. Lalu, kenapa tidak dikembangkan dengan Ekuador saja, toh mereka juga berharap pada kita,” tegasnya.

Ekuador, telah memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi sebuah sumur minyak yang telah beroperasi. Indonesia diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi sebanyak 25 ribu barel dan cadangan minyak di sumur tersebut berjumlah 2 juta barel.

"Mereka hanya ingin kita menyuntikkan dana modal eksplorasi dan tenaga ahli di bidang perminyakan. Kita akan diberikan sumur yang sudah beroperasi dan tidak harus mencari sumur baru,” ujar Saut.

Jumat, 05 April 2013

Indonesia Beli Teknologi Panser Dari Belarusia

Jakarta - Pemerintah Indonesia dan Belarusia sepakat untuk mengadakan kerjasama di bidang pertahanan. Salah satu poin penting dalam isi perjanjian yang tercantum dalam MoU yang ditandatangani kedua negara adalah pembelian teknologi militer dari Belarusia.

Menurut Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, pembelian teknologi pertahanan itu sangat penting bagi pengembangan Armored Personnel Carrier (APC) jenis Anoa. dengan peralatan baru, kendaraan taktis buatan PT Pindad itu bisa dijalankan secara otomatis.

"Mereka hanya produsen untuk alat-alat tembak aja. Indonesia beli remote controle-nya. Jadi ada permintaan Malaysia untuk beli lebih banyak lagi Anoa. Mereka minta untuk joint komite bersama. Jadi di samping yang untuk APC, untuk Pindad itu, untuk panser yang 6 x 6, juga nanti Pindad juga akan kerjasama untuk anti tank," ungkap Purnomo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/3).

Selain menjual peralatan perang, Belarus juga mengajak pemerintah Indonesia untuk melakukan produksi bersama. Ada tiga komponen yang dikerjasamakan, yakni tank carrier, anti tank guide mission, dan remote weapon control system.

"Jadi nilai tambah untuk kita, kita bisa buka lapangan kerja, investasi bersama," tandasnya.

***Sumber : Merdeka

Sempat Ditinggal Murid Indonesia yang Anti-Soeharto Octav Dirgantara Setiadji, Pendiri Sasana Silat di Berlin, Jerman

Foto: Sempat Ditinggal Murid Indonesia yang Anti-Soeharto
Octav Dirgantara Setiadji, Pendiri Sasana Silat di Berlin, Jerman
 
@Ihsan

Bela diri pencak silat ternyata sudah mendunia. Buktinya, kini ada di mana-mana. Salah satunya di Berlin, Jerman. Lewat Sigepi (Silat Gerakan Pilihan) Institute, pencak silat cukup diminati warga setempat. Berikut catatan wartawan M SALSABYL A DN yang belum lama ini menemui pendiri Sigepi, Octav Dirgantara Setiadji, di Berlin.
 
CUACA Berlin malam itu (6/3) cukup membuat Octav Dirgantara Setiadji kedinginan. Meski sudah 30 tahun lebih tinggal di Jerman, Octav tetap tidak mampu menahan hawa dingin. Setelah memarkir kendaraannya di kawasan gedung daerah Rheinstrasse, pria paruh baya itu buru-buru memasuki lift besar dari besi. Terlihat seperti orangtua pada umumnya.

Namun, suasana berbeda terlihat saat dia tiba di sebuah ruangan di lantai dua. Badannya yang awalnya agak membungkuk, sedikit membusung ketika memasuki ruangan itu.

Di sana, ruangan seperti front office pada umumnya dengan meja counter dan beberapa kursi dan meja bundar. Di dinding ruangan, banyak foto-foto di masa lalu, terlihat badan pria yang kerap dipanggil Meister (bahasa Jerman untuk master atau maestro) ini masih tegap memperagakan gerakan silat. Di potret-potret tersebut banyak pula sosok orang asing yang juga mengenakan baju silat.

Belum sempat diwawancara, Octav sudah langsung duduk di komputer dan membuka internet browser.

“Ini yang saya bicarakan tadi. Yang ini video youtube ujian Sigepi. Tuh, banyak orangnya kan? Itu semua murid saya dari seluruh tempat datang. Kami juga punya Facebook. Pokoknya, dengan internet, komunikasi jadi lebih mudah,” ujarnya sambil terus membuka tautan-tautan yang ada di website resmi Sigepi Institut.

Tak lama kemudian, seorang perempuan tinggi memasuki ruangan. Melihat sosok Octav, dia langsung mendekat ke counter. Perempuan berambut cokelat itu langsung memberi salam.

Tentu saja, salam yang dilakukan adalah membungkuk dengan telapak tangan kanan di tengah dada seperti tapa. Khas salam dari orang bela diri Indonesia. Sapaan tersebut disambut Octav dengan jabatan tangan dan ciuman pipi ke pipi.

Setelah itu, murid-murid yang lain terus berdatangan dengan memperagakan salam yang sama.

“Di sini memang saya terapkan tata cara Indonesia. Mereka boleh melakukan apa saja di luar. Tapi kalau di sini, mereka diharapkan bersikap seperti seorang yang belajar pencak silat,” ujar pria yang baru ditinggal mendiang istri tahun lalu.

Tepatnya jam 18.30, tiga belas murid langsung masuk ke ruangan latihan di sebelah.

Dimulai dengan berlari, gerakan meregangkan otot, hingga gerakan umum pencak silat seperti salto dan tendangan. Setelah puas melakukan pemanasan, orang-orang tersebut langsung menyalakan musik dengan irama gendang yang khas. Musik tersebut adalah gendang pencak dari Jawa Barat.

Dari ruangan depan, Octav hanya berdiri melihat murid-muridnya latihan.

Dia mengaku memang sudah jarang melatih. Sejak beberapa tahun lalu, tanggung jawab melatih sudah diberikan kepada murid-murid.

“Mereka semua sudah bisa mengajar karena sudah banyak pengalaman. Pelatih di sini harus lama menekuni pencak silat. Ada yang sudah 15 tahun belajar pencak silat,” jelasnya.

Dari ucapan tersebut, sudah jelas bahwa perjalanan hidup Octav di Berlin bukan hal sekejap. Oktav sudah hijrah ke Jerman sejak tahun 1980.

Waktu itu, dia sudah malang melintang di dunia persilatan Indonesia. Bahkan, bakatnya dalam seni bela diri pernah menggiringnya menjadi fighting director untuk film laga di tahun 70-an.

“Kalau boleh dikatakan, saya adalah fighting director pertama di Indonesia. Karena sebelum waktu saya, kebanyakan film masih drama,” imbuh pria yang mulai belajar bela diri di Perisai Diri ini.

Sayangnya, kinerja perfilman di akhir 70-an semakin menurun. Octav pun berpikir untuk mencari peluang baru. Saat itu, dia bertemu dengan teman sekaligus mantan murid yang bekerja di Jerman. Ide gila untuk mengajar pencak silat di Jerman pun tercetus.

Niat itu rupanya didukung oleh temannya. Alhasil dengan tekad bulat, Octav meninggalkan istri dan empat anak untuk mengejar karier di Jerman.

“Pertama kali saya ke sini (Berlin, Red), saya tak tahu harus bagaimana. Jangankan pencak silat, Indonesia saja sama sekali belum dikenal waktu itu. Saya sampai harus mendapatkan mosi dari teman-teman saya agar pemerintah Jerman mengizinkan saya bekerja,” ceritanya.

Untungnya, pekerjaan Octav menjadi mudah setelah mendapat perizinan. Dia ingat, kelas pertama tempat dia mengajar ada di sekolah bela diri Jepang bernama Budokan Sportschule. Waktu itu dia menerima sekitar 60 murid.

“Setelah itu saya menjadi guru di sekolah lain. Misalnya, Randori Sportschule dan Berd Grossmann Sportschule,” jelasnya.

Namun, bukan berarti hidup Octav menjadi mudah. Secara finansial mungkin. Tapi, kerinduan pria itu kepada istri dan keempat anaknya itu sulit terbendung.

“Dua tahun saya harus sendiri. Karena saya bukan diplomat, saya tidak boleh mengajak keluarga. Tapi, konsulat Berlin akhirnya memberi saya pekerjaan. Jadi saya kerja sebagai pegawai konsulat Indonesia sekaligus guru silat. Keluarga pun akhirnya ikut pindah ke Berlin,” ujarnya.

Kehidupan tersebut terus dijalani hingga Octav memutuskan untuk mendirikan Sigepi Institut pada tahun 2011. Saat itu, Octav yang baru pensiun langsung menghabiskan lebih dari EUR 70.000 (Rp 912 juta) untuk menyewa satu flat seluas 400 meter persegi.

“Saya sempat berhutang EUR 14 ribu (182 juta) tahun lalu karena siswanya hanya 40 saja. Tapi sekarang sudah ada sekitar 150 murid sehingga seimbang dengan beban sewa saya,” ujarnya.

Ketika ditanya apakah bangga, jawaban pria dengan delapan cucu ini sedikit nyeleneh. Menjadi guru pencak silat dari bule-bule justru membikin Octav merasa miris. Sebab, orang berdarah Indonesia yang minat belajar pencak silat justru sedikit.

“Dari semua murid saya, 98 persen adalah orang asing. Sedangkan orang Indonesia tak sampai sepuluh,” ceritanya.

Padahal, warga negara Indonesia yang berdomisili di Berlin tak bisa dikatakan sedikit. Maklum, Berlin merupakan salah satu tujuan utama dari para mahasiswa atau orang yang mencari pekerjaan.

“Tapi orang yang tinggal di sini justru memilih bela diri lain. Seperti, Taekwondo. Padahal, mereka juga tahu kalau di sini ada tempat latihan Pencak Silat,” ujarnya.

Sebenarnya, lanjut dia, pernah ada saat murid Indonesia lebih banyak dari penduduk Berlin. Tepatnya, saat pertama dia mengajar pada 1980.

Saat itu, bule yang ikut belajar silat hanya 3-5 orang. Sisanya, mahasiswa Indonesia yang belajar di kota tersebut.

“Tapi, mereka akhirnya berhenti saat tahu saya kerja di kedutaan. Soalnya, waktu itu mahasiswa anti-pemerintah Soeharto. Dan sejak itu, belum pernah lagi saya punya murid Indonesia yang banyak,” ungkapnya.

Tapi, dia tak sepenuhnya menyalahkan orang-orang itu. Menurutnya, Pencak Silat juga harus menghilangkan beberapa hal-hal lama. Misalnya, pendekar silat yang akrab dengan kumis dan wajah garang.

Atau, gambaran tukang silat yang suka mencari gara-gara.

“Sekarang zamannya sudah berbeda. Orang-orang sekarang ingin belajar bela diri untuk kesehatan. Bukan untuk tarung,” ucapnya.

Hal itu terbukti selama dia mengajar silat di Berlin. Meski mendapat banyak murid, tak semua ilmu yang dimiliki oleh Octav mau diterima oleh muridnya.

“Saya ini pertama kali belajar Perisai Diri. Meski pernapasan, tapi kesannya sedikit mistis. Tapi murid saya nggak ada yang mau belajar itu,” jelasnya. (bil/jpnn/che/k1)Bela diri pencak silat ternyata sudah mendunia. Buktinya, kini ada di mana-mana. Salah satunya di Berlin, Jerman. Lewat Sigepi (Silat Gerakan Pilihan) Institute, pencak silat cukup diminati warga setempat. Berikut catatan wartawan M SALSABYL A DN yang belum lama ini menemui pendiri Sigepi, Octav Dirgantara Setiadji, di Berlin.

CUACA Berlin malam itu (6/3) cukup membuat Octav Dirgantara Setiadji kedinginan. Meski sudah 30 tahun lebih tinggal di Jerman, Octav tetap tidak mampu menahan hawa dingin. Setelah memarkir kendaraannya di kawasan gedung daerah Rheinstrasse, pria paruh baya itu buru-buru memasuki lift besar dari besi. Terlihat seperti orangtua pada umumnya.

Namun, suasana berbeda terlihat saat dia tiba di sebuah ruangan di lantai dua. Badannya yang awalnya agak membungkuk, sedikit membusung ketika memasuki ruangan itu.

Di sana, ruangan seperti front office pada umumnya dengan meja counter dan beberapa kursi dan meja bundar. Di dinding ruangan, banyak foto-foto di masa lalu, terlihat badan pria yang kerap dipanggil Meister (bahasa Jerman untuk master atau maestro) ini masih tegap memperagakan gerakan silat. Di potret-potret tersebut banyak pula sosok orang asing yang juga mengenakan baju silat.

Belum sempat diwawancara, Octav sudah langsung duduk di komputer dan membuka internet browser.

“Ini yang saya bicarakan tadi. Yang ini video youtube ujian Sigepi. Tuh, banyak orangnya kan? Itu semua murid saya dari seluruh tempat datang. Kami juga punya Facebook. Pokoknya, dengan internet, komunikasi jadi lebih mudah,” ujarnya sambil terus membuka tautan-tautan yang ada di website resmi Sigepi Institut.

Tak lama kemudian, seorang perempuan tinggi memasuki ruangan. Melihat sosok Octav, dia langsung mendekat ke counter. Perempuan berambut cokelat itu langsung memberi salam.

Tentu saja, salam yang dilakukan adalah membungkuk dengan telapak tangan kanan di tengah dada seperti tapa. Khas salam dari orang bela diri Indonesia. Sapaan tersebut disambut Octav dengan jabatan tangan dan ciuman pipi ke pipi.

Setelah itu, murid-murid yang lain terus berdatangan dengan memperagakan salam yang sama.

“Di sini memang saya terapkan tata cara Indonesia. Mereka boleh melakukan apa saja di luar. Tapi kalau di sini, mereka diharapkan bersikap seperti seorang yang belajar pencak silat,” ujar pria yang baru ditinggal mendiang istri tahun lalu.

Tepatnya jam 18.30, tiga belas murid langsung masuk ke ruangan latihan di sebelah.

Dimulai dengan berlari, gerakan meregangkan otot, hingga gerakan umum pencak silat seperti salto dan tendangan. Setelah puas melakukan pemanasan, orang-orang tersebut langsung menyalakan musik dengan irama gendang yang khas. Musik tersebut adalah gendang pencak dari Jawa Barat.

Dari ruangan depan, Octav hanya berdiri melihat murid-muridnya latihan.

Dia mengaku memang sudah jarang melatih. Sejak beberapa tahun lalu, tanggung jawab melatih sudah diberikan kepada murid-murid.

“Mereka semua sudah bisa mengajar karena sudah banyak pengalaman. Pelatih di sini harus lama menekuni pencak silat. Ada yang sudah 15 tahun belajar pencak silat,” jelasnya.

Dari ucapan tersebut, sudah jelas bahwa perjalanan hidup Octav di Berlin bukan hal sekejap. Oktav sudah hijrah ke Jerman sejak tahun 1980.

Waktu itu, dia sudah malang melintang di dunia persilatan Indonesia. Bahkan, bakatnya dalam seni bela diri pernah menggiringnya menjadi fighting director untuk film laga di tahun 70-an.

“Kalau boleh dikatakan, saya adalah fighting director pertama di Indonesia. Karena sebelum waktu saya, kebanyakan film masih drama,” imbuh pria yang mulai belajar bela diri di Perisai Diri ini.

Sayangnya, kinerja perfilman di akhir 70-an semakin menurun. Octav pun berpikir untuk mencari peluang baru. Saat itu, dia bertemu dengan teman sekaligus mantan murid yang bekerja di Jerman. Ide gila untuk mengajar pencak silat di Jerman pun tercetus.

Niat itu rupanya didukung oleh temannya. Alhasil dengan tekad bulat, Octav meninggalkan istri dan empat anak untuk mengejar karier di Jerman.

“Pertama kali saya ke sini (Berlin, Red), saya tak tahu harus bagaimana. Jangankan pencak silat, Indonesia saja sama sekali belum dikenal waktu itu. Saya sampai harus mendapatkan mosi dari teman-teman saya agar pemerintah Jerman mengizinkan saya bekerja,” ceritanya.

Untungnya, pekerjaan Octav menjadi mudah setelah mendapat perizinan. Dia ingat, kelas pertama tempat dia mengajar ada di sekolah bela diri Jepang bernama Budokan Sportschule. Waktu itu dia menerima sekitar 60 murid.

“Setelah itu saya menjadi guru di sekolah lain. Misalnya, Randori Sportschule dan Berd Grossmann Sportschule,” jelasnya.

Namun, bukan berarti hidup Octav menjadi mudah. Secara finansial mungkin. Tapi, kerinduan pria itu kepada istri dan keempat anaknya itu sulit terbendung.

“Dua tahun saya harus sendiri. Karena saya bukan diplomat, saya tidak boleh mengajak keluarga. Tapi, konsulat Berlin akhirnya memberi saya pekerjaan. Jadi saya kerja sebagai pegawai konsulat Indonesia sekaligus guru silat. Keluarga pun akhirnya ikut pindah ke Berlin,” ujarnya.

Kehidupan tersebut terus dijalani hingga Octav memutuskan untuk mendirikan Sigepi Institut pada tahun 2011. Saat itu, Octav yang baru pensiun langsung menghabiskan lebih dari EUR 70.000 (Rp 912 juta) untuk menyewa satu flat seluas 400 meter persegi.

“Saya sempat berhutang EUR 14 ribu (182 juta) tahun lalu karena siswanya hanya 40 saja. Tapi sekarang sudah ada sekitar 150 murid sehingga seimbang dengan beban sewa saya,” ujarnya.

Ketika ditanya apakah bangga, jawaban pria dengan delapan cucu ini sedikit nyeleneh. Menjadi guru pencak silat dari bule-bule justru membikin Octav merasa miris. Sebab, orang berdarah Indonesia yang minat belajar pencak silat justru sedikit.

“Dari semua murid saya, 98 persen adalah orang asing. Sedangkan orang Indonesia tak sampai sepuluh,” ceritanya.

Padahal, warga negara Indonesia yang berdomisili di Berlin tak bisa dikatakan sedikit. Maklum, Berlin merupakan salah satu tujuan utama dari para mahasiswa atau orang yang mencari pekerjaan.

“Tapi orang yang tinggal di sini justru memilih bela diri lain. Seperti, Taekwondo. Padahal, mereka juga tahu kalau di sini ada tempat latihan Pencak Silat,” ujarnya.

Sebenarnya, lanjut dia, pernah ada saat murid Indonesia lebih banyak dari penduduk Berlin. Tepatnya, saat pertama dia mengajar pada 1980.

Saat itu, bule yang ikut belajar silat hanya 3-5 orang. Sisanya, mahasiswa Indonesia yang belajar di kota tersebut.

“Tapi, mereka akhirnya berhenti saat tahu saya kerja di kedutaan. Soalnya, waktu itu mahasiswa anti-pemerintah Soeharto. Dan sejak itu, belum pernah lagi saya punya murid Indonesia yang banyak,” ungkapnya.

Tapi, dia tak sepenuhnya menyalahkan orang-orang itu. Menurutnya, Pencak Silat juga harus menghilangkan beberapa hal-hal lama. Misalnya, pendekar silat yang akrab dengan kumis dan wajah garang.

Atau, gambaran tukang silat yang suka mencari gara-gara.

“Sekarang zamannya sudah berbeda. Orang-orang sekarang ingin belajar bela diri untuk kesehatan. Bukan untuk tarung,” ucapnya.

Hal itu terbukti selama dia mengajar silat di Berlin. Meski mendapat banyak murid, tak semua ilmu yang dimiliki oleh Octav mau diterima oleh muridnya.

“Saya ini pertama kali belajar Perisai Diri. Meski pernapasan, tapi kesannya sedikit mistis. Tapi murid saya nggak ada yang mau belajar itu,” jelasnya. (bil/jpnn/che/k1)



Toyota Kembangkan Indonesia Sebagai Basis Ekspor

Foto: Toyota Kembangkan Indonesia Sebagai Basis Ekspor

@Ihsan

Jakarta • Toyota Motor Corporation (TMC) menyatakan bahwa pihaknya mendorong Indonesia untuk berkembang dan menjadi basis ekspor mobil untuk kawasan Asia.

"Saat ini Toyota sedang sedang fokus terhadap Asia, khususnya ASEAN, dan kami berencana untuk mengembangkan Indonesia menjadi basis ekspor mobil," kata Senior Managing Officer Toyota Motor Corporation Takahiro Iwase, saat memberikan sambutan peresmian pabrik baru Toyota Plant 2, di Karawang, Jumat (15/3).

Iwase mengatakan, pihaknya juga mengharapkan Indonesia bisa memimpin di kawasan ASEAN untuk masa depan dan pabrik Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) akan memiliki peran yang penting bagi basis ekspor mobil tersebut.

"Pasar otomotif Indonesia juga diharapkan bisa tumbuh lebih jauh dari saat ini, dan saya saangat terkesan dengan pertumbuhan Indonesia pada tahun 2012 lalu," kata Iwase.

Sementara itu, Presiden Direktur TMMIN Masahiro Nonami, mengatakan bahwa peresmian pabrik baru Toyota Karawang Kedua merupakan babak baru bagi perkembangan dunia otomotif Indonesia.

"Pabrik tersebut merupakan perpaduan kecanggihan teknologi yang ramah lingkungan dan nyaman bagi para karyawan yang merupakan perwujudan ide-ide dari karyawan lokal," kata Nonami.

Nonami menambahkan, dengan kenyataan bahwa Toyota telah bekerja sama dengan Indonesia kurang lebih selama 40 tahun, dia meyakini bahwa tanpa adanya kerja keras dari seluruh karyawan Toyota, pabrik kedua itu tidak akan bisa berdiri.

Kapasitas produksi Pabrik Karawang Ke dua yang menelan dana sebesar Rp 3,3 triliun tersebut sebesar 70.000 unit per tahun dan akan memproduksi city car terbaru Toyota Etios Valco.

Pabrik tersebut diperkirakan akan menyerap kurang lebih sebanyak 1.100 tenaga kerja, dan untuk kedepannya pabrik tersebut diharapkan bisa meningkatkan kapasitas produksi sampai 120.000 unit per tahun pada tahun 2014 mendatang dan akan meningkatkan total kapasitas produksi Pabrik Karawang Satu dan Dua menjadi 250.000 unit per tahun.(ant/hrb)


  ● Investor
Foto: Kegiatan Di Pabrik Perakitan Mobil Di Indonesia
Jakarta - Toyota Motor Corporation (TMC) menyatakan bahwa pihaknya mendorong Indonesia untuk berkembang dan menjadi basis ekspor mobil untuk kawasan Asia.

"Saat ini Toyota sedang sedang fokus terhadap Asia, khususnya ASEAN, dan kami berencana untuk mengembangkan Indonesia menjadi basis ekspor mobil," kata Senior Managing Officer Toyota Motor Corporation Takahiro Iwase, saat memberikan sambutan peresmian pabrik baru Toyota Plant 2, di Karawang, Jumat (15/3).

Iwase mengatakan, pihaknya juga mengharapkan Indonesia bisa memimpin di kawasan ASEAN untuk masa depan dan pabrik Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) akan memiliki peran yang penting bagi basis ekspor mobil tersebut.

"Pasar otomotif Indonesia juga diharapkan bisa tumbuh lebih jauh dari saat ini, dan saya saangat terkesan dengan pertumbuhan Indonesia pada tahun 2012 lalu," kata Iwase.

Sementara itu, Presiden Direktur TMMIN Masahiro Nonami, mengatakan bahwa peresmian pabrik baru Toyota Karawang Kedua merupakan babak baru bagi perkembangan dunia otomotif Indonesia.

"Pabrik tersebut merupakan perpaduan kecanggihan teknologi yang ramah lingkungan dan nyaman bagi para karyawan yang merupakan perwujudan ide-ide dari karyawan lokal," kata Nonami.

Nonami menambahkan, dengan kenyataan bahwa Toyota telah bekerja sama dengan Indonesia kurang lebih selama 40 tahun, dia meyakini bahwa tanpa adanya kerja keras dari seluruh karyawan Toyota, pabrik kedua itu tidak akan bisa berdiri.

Kapasitas produksi Pabrik Karawang Ke dua yang menelan dana sebesar Rp 3,3 triliun tersebut sebesar 70.000 unit per tahun dan akan memproduksi city car terbaru Toyota Etios Valco.

Pabrik tersebut diperkirakan akan menyerap kurang lebih sebanyak 1.100 tenaga kerja, dan untuk kedepannya pabrik tersebut diharapkan bisa meningkatkan kapasitas produksi sampai 120.000 unit per tahun pada tahun 2014 mendatang dan akan meningkatkan total kapasitas produksi Pabrik Karawang Satu dan Dua menjadi 250.000 unit per tahun.(ant/hrb)




Pabrik Tekstil Sukoharjo Produksi Seragam Tentara Anti Peluru NATO & AS

Foto: Pabrik Tekstil Sukoharjo Produksi Seragam Tentara Anti Peluru NATO & AS

@Ihsan

Jakarta - Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman (Sritex) milik pengusaha HM Lukminto tak hanya memproduksi merek-merek pakaian terkenal di dunia seperti Zara atau Timberland. Mereka juga banyak menerima pesanan untuk pembuatan seragam militer banyak negara.

"Sritex juga membuat pakaian anti peluru untuk 30 army di selurun dunia, sampai seragam militer anti nyamuk dan anti peluru, bahkan anti radiasi. Seragam sehari-hari dibuat juga," kata Juru Bicara Sritex Ai Syarif kepada detikFinance, Jumat (8/3/2013)

Ia menuturkan produk tekstil Sritex telah diakui memenuhi standar North Atlantic Treaty Organization (NATO) sehingga dipercaya memproduksi seragam militer anggota NATO. Beberapa produk terkait keperluan militer antara lain seragam tempur, jaket, cover all, rompi, tenda, sepatu dan lain-lain.

Sritex telah dipercaya untuk memasok seragam militer dari 30 negara di dunia seperti Amerika, Rusia, Jerman, Inggris, Australia, Swedia, Belanda, Indonesia, Norwegia, Kwait, Saudi Arabia, dan lain-lain.

"Sudah 30 negara pakai produk seragam militer Sritex, TNI pakai juga pasti," katanya.

Seperti diketahui PT Sri Rejeki Isman (Sritex) didirikan oleh pengusaha HM. Lukminto, kisah suksesnya berawal dari pedagang kecil-kecilan di Pasar Kelewer, Solo, Jawa Tengah. Pabrik yang diresmikan pada 3 Maret 1992 oleh Presiden Soeharto.


(hen/dnl)Jakarta - Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman (Sritex) milik pengusaha HM Lukminto tak hanya memproduksi merek-merek pakaian terkenal di dunia seperti Zara atau Timberland. Mereka juga banyak menerima pesanan untuk pembuatan seragam militer banyak negara.

"Sritex juga membuat pakaian anti peluru untuk 30 army di selurun dunia, sampai seragam militer anti nyamuk dan anti peluru, bahkan anti radiasi. Seragam sehari-hari dibuat juga," kata Juru Bicara Sritex Ai Syarif kepada detikFinance, Jumat (8/3/2013)

Ia menuturkan produk tekstil Sritex telah diakui memenuhi standar North Atlantic Treaty Organization (NATO) sehingga dipercaya memproduksi seragam militer anggota NATO. Beberapa produk terkait keperluan militer antara lain seragam tempur, jaket, cover all, rompi, tenda, sepatu dan lain-lain.

Sritex telah dipercaya untuk memasok seragam militer dari 30 negara di dunia seperti Amerika, Rusia, Jerman, Inggris, Australia, Swedia, Belanda, Indonesia, Norwegia, Kwait, Saudi Arabia, dan lain-lain.

"Sudah 30 negara pakai produk seragam militer Sritex, TNI pakai juga pasti," katanya.

Seperti diketahui PT Sri Rejeki Isman (Sritex) didirikan oleh pengusaha HM. Lukminto, kisah suksesnya berawal dari pedagang kecil-kecilan di Pasar Kelewer, Solo, Jawa Tengah. Pabrik yang diresmikan pada 3 Maret 1992 oleh Presiden Soeharto.



Ssst...George Bush Pernah Pakai Sepatu New Balance Made in Indonesia

Foto: Ssst...George Bush Pernah Pakai Sepatu New Balance Made in Indonesia

@Ihsan

pabrik New Balance, PT Panarub Dwikarya, Tangerang
Jakarta - Produk buatan Indonesia sudah banyak dipakai oleh tokoh-tokoh terkenal dunia. Salah satunya Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) George Bush, pernah memakai sepatu merek New Balance buatan Indonesia.

"Saya pikir hampir semua pernah memakai sepatu buatan Indonesia. Contohnya seperti George Bush lah misalnya, dia pernah pakai New Balance buatan Indonesia juga," ungkap Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko kepada detikFinance, Jumat (8/3/2013).

Dikatakan Eddy, merek New Balance memang tidak memiliki pabrik sendiri di Indonesia. Namun, pabrik sepatu lokal yang berbasis di Tangerang memiliki lisensi untuk memproduksi sepatu New Balance tersebut.

"Mereka tidak punya pabrik, hanya diproduksi di pabrik-pabrik di Indonesia. Mereka dapat lisensi, bikin, kalau sudah jadi dikirim lagi ke si pemilik merek," jelasnya.

Selain New Balance, Eddy juga menambahkan, produsen sepatu lokal dalam negeri pun memiliki lisensi untuk membuat sepatu kelas dunia seperti Dolce & Gabana, Geox, juga tak ketinggalan sepatu-sepatu sport seperti Adidas, Nike, dan lainnya.

Eddy mengatakan, sudah merupakan hal yang lumrah bagi tokoh-tokoh terkenal untuk memakai sepatu buatan Indonesia. Alasannya sudah banyak perusahaan produsen sepatu Indonesia yang berorientasi ekspor.

"Artinya memang sudah biasa artis-artis itu memakai merek-merek yang diproduksi di Indonesia, sudah banyak. Jadi sayang, kita punya daya saing kalau tidak dijaga," tuntasnya.

Sebelumnya, Eddy pernah mengungkapkan, sejak tahun 1992 atlet-atlet dunia khususnya Eropa memakai sepatu buatan Tangerang. "Itu sebenarnya sudah sejak 20 tahun lalu, tapi kita nggak ekspos ke permukaan saja, itu urusannya perusahaan untuk ekspos atau nggak, bukan urusan kita," ungkap Eddy beberapa waktu lalu.

Eddy mencontohkan perusahaan sepatu merek Adidas dan Nike dan sepatu olahraga lainnya banyak diproduksi di Tangerang, Banten. Sepatu buatan Tangerang ini memiliki kualitas yang tak kalah dengan negara produsen sepatu lainnya.

Salah satu produsennya adalah PT Panarub Dwikarya berdiri pada tahun 2006 yang memulai produksi pada Juli 2007 dengan memproduksi sepatu merek Specs, kemudian pada tahun 2009 mulai memproduksi dari order produksi dari prinsipal merek sepatu Mizuno dan New Balance.

New Balance merupakan merek sepatu asal AS, yang saat ini sebagian produksinya lebih banyak di China. Panurub berencana akan menambah produksi sepatu New Balance. New Balance mulai diproduksi pada bulan Juni 2009 dengan kapasitas 50.000 pasang per bulan, dimana Panarub telah mengekspor sepatu merek New Balance sebanyak 1 juta pasang.



(zul/hen)
Pabrik New Balance, PT Panarub Dwikarya, Tangerang.
Jakarta - Produk buatan Indonesia sudah banyak dipakai oleh tokoh-tokoh terkenal dunia. Salah satunya Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) George Bush, pernah memakai sepatu merek New Balance buatan Indonesia.

"Saya pikir hampir semua pernah memakai sepatu buatan Indonesia. Contohnya seperti George Bush lah misalnya, dia pernah pakai New Balance buatan Indonesia juga," ungkap Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko kepada detikFinance, Jumat (8/3/2013).

Dikatakan Eddy, merek New Balance memang tidak memiliki pabrik sendiri di Indonesia. Namun, pabrik sepatu lokal yang berbasis di Tangerang memiliki lisensi untuk memproduksi sepatu New Balance tersebut.

"Mereka tidak punya pabrik, hanya diproduksi di pabrik-pabrik di Indonesia. Mereka dapat lisensi, bikin, kalau sudah jadi dikirim lagi ke si pemilik merek," jelasnya.

Selain New Balance, Eddy juga menambahkan, produsen sepatu lokal dalam negeri pun memiliki lisensi untuk membuat sepatu kelas dunia seperti Dolce & Gabana, Geox, juga tak ketinggalan sepatu-sepatu sport seperti Adidas, Nike, dan lainnya.

Eddy mengatakan, sudah merupakan hal yang lumrah bagi tokoh-tokoh terkenal untuk memakai sepatu buatan Indonesia. Alasannya sudah banyak perusahaan produsen sepatu Indonesia yang berorientasi ekspor.

"Artinya memang sudah biasa artis-artis itu memakai merek-merek yang diproduksi di Indonesia, sudah banyak. Jadi sayang, kita punya daya saing kalau tidak dijaga," tuntasnya.

Sebelumnya, Eddy pernah mengungkapkan, sejak tahun 1992 atlet-atlet dunia khususnya Eropa memakai sepatu buatan Tangerang. "Itu sebenarnya sudah sejak 20 tahun lalu, tapi kita nggak ekspos ke permukaan saja, itu urusannya perusahaan untuk ekspos atau nggak, bukan urusan kita," ungkap Eddy beberapa waktu lalu.

Eddy mencontohkan perusahaan sepatu merek Adidas dan Nike dan sepatu olahraga lainnya banyak diproduksi di Tangerang, Banten. Sepatu buatan Tangerang ini memiliki kualitas yang tak kalah dengan negara produsen sepatu lainnya.

Salah satu produsennya adalah PT Panarub Dwikarya berdiri pada tahun 2006 yang memulai produksi pada Juli 2007 dengan memproduksi sepatu merek Specs, kemudian pada tahun 2009 mulai memproduksi dari order produksi dari prinsipal merek sepatu Mizuno dan New Balance.

New Balance merupakan merek sepatu asal AS, yang saat ini sebagian produksinya lebih banyak di China. Panurub berencana akan menambah produksi sepatu New Balance. New Balance mulai diproduksi pada bulan Juni 2009 dengan kapasitas 50.000 pasang per bulan, dimana Panarub telah mengekspor sepatu merek New Balance sebanyak 1 juta pasang.

Soal Bikin Pesawat, Indonesia Masih di Atas China

Jakarta - China boleh bangga bisa produksi pesawat MA 60 yang saat ini digunakan Merpati Nusantara Airlines, namun soal kualitas pesawat Indonesia masih jauh di atas China.

Seperti kata Ilham A. Habibie, anak sulung mantan Presiden RI BJ Habibie mengatakan soal membuat pesawat dan kualitas pesawat itu sendiri, Indonesia masih di atas China.

"Soal buat pesawat kita masih lebih bagus dan jauh di atas China, dari segi kualitas kita masih oke," kata Ilham ketika ditemui detikFinance pekan lalu di kantornya di Kawasan Mega Kuningan, seperti dikutip, Senin (18/3/2013).

Kata Ilham, saat ini China boleh bangga punya MA 60 yang saat ini digunakan Merpati.

"Tapi pada dasarnya desain MA 60 itu mesinnya memang digunakan untuk militer, namun karena digunakan untuk sipil mereka menurunkan sedikit kualitasnya, karena dasarnya untuk militer sehingga boros, militerkan ngak mikirin boros apa tidak yang penting tahan banting dan menang perang," ucapnya.

MA 60 sendiri kata Ilham diakui sendiri oleh Dirut Merpati Rudy Setyopurnomo kalau pesawat tersebut sangat boros.

"Ya saya pernah diskusi dengan Dirut Merpati Pak Rudy, pesawat itu boros, kalau sudah boros bahan bakar bagaimana mau bisa dapat money (uang). Lagi pula MA 60 dipakai bukan karena kualitas, tetapi karena Merpati saat itu kesulitan pendanaan dan tidak bisa pinjam ke bank, tapi China mau meminjamkan dana untuk membeli MA 60 buatan mereka," ungkapnya.

Lantas dari segi mana kita masih teratas dibandingkan China dari segi kualitas pesawat?

"Ya R80 (Regio Prop 80) yang saat ini sedang kita selesaikan proses pembangunannya, kita akan memiliki pesawat dengan menggunakan baling-baling, yang didesain untuk jarak dekat, hemat bahan bakar, teknologi terbaru, kapasitas lebih banyak yakni mencapai 80 kursi, mesin lebih cepat dan yang terpenting jauh lebih murah dari pesawat ATR karena produksi dan suku cadang dibuat semua di Indonesia, dan yang lebih penting lagi kita punya Sumber Daya Manusia yang berpengalaman bahkan seperti di Boeing, Airbus, ATR, di PT DI dan banyak lagi," tandasnya.

Seperti diketahui Ilham bersama Mantan Dirut Bursa Efek Indonesia (BEI) Erry Firmansyah bersama-sama membentuk PT Ragio Aviasi Industri (RAI) untuk membangun pesawat new N-250 yang dulu pernah dibuat BJ Habibie.

Pesawat berkapasitas 80 kursi tersebut diberi nama R80 atau Regio Prop 80 diamana pesawat tersebut menggunakan baling-baling.