Translate

Selasa, 05 Februari 2013

13 Obyek Wisata Alam Di Aceh Besar Bag I

Nah jika yang lalu dijelaskan obyek wisata di Nangroe Aceh Darussalam berupa pantai dan Goa, nantinya saya akan coba jelaskan satu persatu objek wisata apa saja yang ada di Nangroe Aceh Darussalam dari Aceh Besar sampai kota madya Sabang. Nah sekarang kita mulai dari Kota Aceh Besar

1. Pantai Lampu'uk

Pantai Lampu'uk
Pantai Lampu`uk mempunyai pantai dengan pasir putih yang sangat indah, sehingga tempat ini sangat cocok sebagai area rekreasi baik untuk berenang, berjemur, memancing, berselancar atau pun sekedar menikmati suasana pantai yang indah. Sebelum terjadi tsunami, daerah ini merupakan perkampungan tradisional bagi masyarakat Aceh Besar dengan penduduknya yang bekerja sebagai nelayan, petani cegkeh, pegawai pabrik Semen PT SAI dan lain-lain.
Di kawasan ini juga terdapat Padang Golf Seulawah dengan latar belakang panorama laut. Di sore hari pantai ini terasa lebih indah dan penuh pesona. Pengunjung dapat menyaksikan indahnya matahari terbenam, sehingga memberikan suatu kenikmatan tidak terlupakan. Disekitar pantai juga banyak tempat makan dengan penjaja ikan yang siap dipanggang dan bisa langsung dinikmati pengunjung.
Saat tsunami melanda Aceh, kawasan ini termasuk kawasan yang sangat parah kondisinya. Karena daerah ini terletak di bibir pantai dan di ujung pulau Sumatera, maka kerusakan akibat tsunami sangat fatal. Cukup banyak penduduk di daerah ini menjadi korban. Namun kini tempat ini telah dikelola kembali oleh pemerintah sehingga pengunjung dapat kembali menikmati keindahan pantai ini walaupun di pantai ini ada zona terlarang untuk berenang karena pusaran ombaknya yang terlalu berbahaya. Kawasan ini juga telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai monumen tragedi tsunami.

2. Pantai Lhok  Me

Pantai Lhok Me
Pantai Lhok Me berada di Desa Lamreh, Dusun Lhok Mee, Jalan menuju Krueng Raya, sekitar 30 Km dari Kota Banda Aceh.
Untuk mencapai tempat ini bisa menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat.
Pantai Lhok Mee merupakan pantai berpasir putih yg indah dan menjadi salah satu tempat rekreasi bagi masyarakat lokal maupun wisatawan. Disepanjang pinggir pantai terdapat warung yg menjual makanan dan minuman bagi para pengunjung.


 3. Pantai Lhoknga

Pantai Lhoknga
 Pantai Lhoknga yang berada di Aceh Besar, jaraknya hanya 20 km dari Kota Banda Aceh tepatnya dikawasan PT. Semen Andalas Indonesia. Sebelum stunami menghantam Aceh tahun 2004 lalu, kawasan pantai ini cukup memberikan nuansa wisata pantai yang alami. Banyak pohon-pohon rindang terutama pohon kelapa yang tumbuh berjejer dan rimbun memberikan kesejukan, juga pohon cemara atau aron.
Pantai pasir putih dengan sedikit bebatuan yang memantulkan warna biru laut seolah-olah sebuah aquarium karena menampakkan ikan-ikan yang berwarna-warni. Deretan penjaja makanan dan minuman dibawah pohon serta gunung yang hijau bersebelahan dengan laut, cukup melengkapi sebagi obyek wisata pantai yang alami. Banyak wisatawan baik lokal maupun manca negara setiap harinya mengunjungi atau sebagian orang singgah untuk istirahat sebentar untuk melanjutkan perjalanan ke pantai barat-selatan.

4. Pantai Ujung Batee

Pantai Ujung Batee
Pantai Ujong Batee terletak di Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, jaraknya menuju lokasi sekitar 17 ( tujuh belas ) kilometer dari kota banda aceh menuju Pelabuhan Malahayati.
Dan di sebelah kanan dari posisi pantai ujong batee hanya ada pulau weh di laut bebas persis di pintu masuk Selat Malaka. Sementara sebelah kirinya Pulau Aceh di samudera Hindia.



5. Air Terjun Kuta Malaka

Air Terjun Kuta Malaka
Air Terjun Kuta Malaka adalah air terjun yang berada di Kuta Malaka, Kecamatan Samahani, Kabupaten Aceh Besar, Nanggro Aceh Darussalam.
lebih kurang 600 m dpl, yang bertingkat-tingkat.
Konon kata masyarakat setempat mencapai 8 tingkat dan ada yang mengatakan 20 tingkat.Untuk menuju ke lokasi kita harus menempuh perjalanan sejauh 30 km dari pusat kota Banda Aceh.



6. Air Terjun Peukan Biluy 

Air Terjun Peukan Biluy
Air Terjun Peukan Biluy adalah Objek Wisata Air Terjun yang merupakan salah satu obyek wisata alam yang ada di Kabupaten Aceh Besar tepatnya di Desa Biluy, Kecamatan Darul Kamal, dan juga merupakan tempat rekreasi bagi penduduk setempat. Tempat wisata air terjun Pekan Biluy ternyata masih meninggalkan sisa-sisa kejayaannya. Sebuah bekas bangunan kafe kayu masih berdiri rongsokannya, juga ada 2 tempat duduk beton memanjang disitu. Untuk melihat langsung posisi air terjun pengunjung harus menaiki anak tangga sebanyak 172 buah dengan kemiringan rata-rata 45 derajat

7. Air Terjun Sihom Lhong 

Air Terjun Sihom/ Suhom Lhong
Air terjun Suhom ini berada di tengah panorama alam yang indah dan alami. Di sekitarnya terdapat banyak pohon durian, pada musim durian banyak yang berjualan durian di sekitar air terjun. di sekitar air terjun juga terdapat lokasi yang dapat digunakan untuk berkemah (camping).
Air terjun yang deras ini menjadi sumber energi listrik bagi masyarakat di sekitar Desa Kreung Kala. Sebuah pembangkit listrik tenaga mikrohidro kini telah dibangun di dekat air terjun dan dioperasikan untuk mengaliri listrik kepada penduduk Desa Kreung Kala.
Dari Banda Aceh menuju ke lokasi air terjun, terhampar pemandangan pantai yang menakjubkan dengan keindahan yang luar biasa, deburan ombak dan pasir putih terlihat dekat di sepanjang jalan, dan tampak pula barisan pegunungan yang tinggi dan indah.
Lokasi wisata alam Air Terjun Suhom, ramai dikunjungi pada hari libur , di tempat ini terdapat pemandu wisata yang berasal dari warga lokal.

8. Gunung Seulawah Agam 

Gunung Seulawah Agam
Gunung Seulawah Agam Kabupaten Aceh Besar. Seulawah Agam kaya akan berbagai Flora dan Fauna. Sebut saja Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatraensis), Kedih (Presbytis Thomasi), Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous), dan Jamur (Fungi) berbagai species serta satwa-satwa lainnya.
Menurut kabar, nantinya Seulawah Agam dan kembarannya Seulawah Inong akan dijadikan sebagai kawasan konservasi.
------------------
Cagar Alam Jantho Dari Banda Aceh (Ibukota Propinsi NAD) berjarak sekitar 50 Km. Dari Kota Jantho (Ibukota Kabupaten Aceh Besar) ke Kawasan Cagar Alam sekitar 9 km.
Menggunakan kendaraan pribadi ataupun sarana transportasi umum
Penjelasan Kawasan Cagar Alam Jantho menjadi kawasan lindung bagi pemerintah daerah Nangroe Aceh Darussalam. Berbagai Flora dan Fauna hidup dalam cagar alam ini. Waktu kunjungan terbaik pada bulan April s/d Agustus (Musim Kemarau) untuk menikmati pemandangan/panorama yang indah. Jenis Flora yang bisa didapati diantaranya hutan Pinus, Mampre, Jambu air, Gleum, Bremen, Sampang, Ara, Damar, Medang, Kayu hitam, Beringin, Meranti, Kandis, Rambutan hutan, Tampu, Ketapang, Medang ara, Lukup, Tampang, Lawang, Semiran, Anang, Jenarai, Kerakau, Rengen, Merbau.
Sementara keanekaragaman fauna yang bisa dijumpai seperti siamang, Owa, Macan dahan, Kucing Hutan, Rusa, Kijang, Kancil, Napu, Gajah, Kambing Hutan, Beruang, Trenggiling, Kukang, Kuao.

9. Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree

Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree
 Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree berada di lokasi Kabupaten Aceh Besar, Hewan Gajah adalah satwa herbivora pemakan tumbuhan dan penyebar bibit dari hasil kunyahan yang tertelan melalui prosesi memamah biak dan dari kotorannya dapat membantu proses pembiakan biji secara natural, kotoran tersebut membantu proses percepatan tumbuhnya biji (dormansi) menjadi kecambah, juga kotorannya menghasilkan pupuk organik bagi hutan yang menjadi daerah lintasannya.
Awalnya, gajah yang menghuni PLG Saree merupakan gajah-gajah liar, yang kemudian ditangkap. Tetapi gajah-gajah ini ditangkapi karena kebanyakan dari mereka pernah melakukan tindakan-tindakan merusak seperti merusak kebun penduduk.
Gelar khas untuk gajah di Aceh adalah Teungku Rayeuk ini berarti penunjukan dan penamaan berdasarkan ciri phisik gajah yang besar dan raya, gelar tersebut ditabalkan para endatu Aceh pada zamannya, hingga kini sebutan itu juga masih lekat, dimana para endatu dapat hidup berdampingan dengan satwa besar ini bahkan dalam dinas peperangan kerajaan Aceh dimasa gemilang, dimana gajah menjadi teman disaat menjadi pasukan dan berperan sebagai tuan dan pengendara tapi cerita ini begitu sopan dan arif sehinga menjadi legenda turun menurun.
Mengapa demikan, kenapa begitu ramah dimasa endatu orang Aceh tersebut memperlakukan gajah sebagai teman dan sahabat baik manusia dan menempatkan gajah sebagai Teungku Rayeuk , di Aceh gelar Teungku berarti Orang Alim , kenapa gajah dianggap alim dan bersahaja,

10. Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan

Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan
Wisata Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan mempunyai sejarah panjang sebelum ditetapkan menjadi Tahura.

Sejak tahun 1930 kawasan Seulawah Agam telah ditetapkan menjadi kawasan hutan. Pada tahun 1990 Pemda Daerah Istimewa Aceh, melalui SK Gubernur Kepala D.I. Aceh No. 522.51/442/1990 tanggal 4 September 1990 membentuk Tim Taman Hutan Raya Seulawah. Luas peruntukannya mencapai 25.000 hektar, dari luas tersebut akan dipilih 10.000 hektar yang dianggap layak dan dapat mewakili keanekaragaman potensi flora, fauna maupun potensi fisik lainnya yang ada. Ternyata dari luas yang diperkirakan awal 10.000 ha, hanya 6.300 ha yang ditetapkan sebagai luas areal Tahura, dan nama Tahura Seulawah kemudian ditetapkan menjadi Tahura Pocut Meurah Intan.
Tahura Meurah Intan terletak di gugusan kawasan hutan Seulawah Agam, berjarak 70 kilometer dari Kota Banda Aceh, di dominasi vegetasi hutan pegunungan dan Pinus Merkusi. Secara administratif berada di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Keadaan topografi Tahura Pocut, umumnya berbukit-bukit. Sebagian kecil adalah dataran dengan status sebagai hutan negara bebas dengan ketinggian 0 sampai 40 meter di atas permukaan laut (DPL) dan berada di kaki Gunung Seulawah Agam. Tahura Pocut menyimpan berbagai jenis flora yang didominasi kayu Pinus (Pinus mercusii) dan Akasia (Acasia auriculiformis) seluas 250 Ha, dan padang alang-alang yang luasnya 5.000 hektar atau 20 persen yang diselingi hutan-hutan muda. Penyebaran jenis-jenis flora ini hampir merata di semua kawasan, mulai hutan pantai, hutan dataran rendah hingga hutan dataran tinggi. Sedangkan jenis fauna antara lain Rusa (Cervus unicolor), Babi (Sus Scrofa), Landak (Hystrik brachyura), Kancil, Kera ekor panjang, Burung sri gunting, Burung sempala, Ayam hutan, dan Lutung. Di samping itu dijumpai juga jenis mamalia besar di antaranya Gajah (Elephas maximus). Penyebaran jenis fauna hampir merata di seluruh kawasan. Alamnya yang potensial sebagai tempat wisata karena didapati sejumlah obyek alam menarik, seperti air terjun berair panas, sumber air panas, kawah ie juk, kawah belerang, tempat mengasin satwa, kubangan gajah, rumah, kolam, saluran pembagi air, bendungan tua peninggalan Belanda, mata air, lembah Mon Jasa Ma, Makan Tgk. Lamcut, Mesjid Tgk. Keumuruh, tebing batu bersusun, lintasan gajah, lantai gunung berbatu, alur besar berbatu, gunung gajah, batu monyet, tempat bermain.
 
11. Krueng Aceh

Krueng Aceh
"Krueng Aceh" atau jika diterjemah kedalam bahasa indonesiakan "Sungai Aceh" adalah salah satu sungai yang terletak di provinsi Aceh . Sungai ini berhulu di Cot Seukek Kabupaten Aceh Besar dan bermuara di desa Lampulo Kota Banda Aceh.

Krueng Aceh mempunyai panjang lebih kurang 145 km dan beberapa anak sungai bermuara ke badan sungai tersebut, antara lain Krueng Seulimum, Krueng Jrue, Krueng Keumireun, Krueng Inong, Krueng Leungpaga dan Krueng Daroy.

Krueng Aceh mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang aktivitas masyarakat kota Banda Aceh, diantaranya digunakan sebagai sarana air minum (PDAM), sarana transportasi air dan irigasi. Selain itu juga dipergunakaa sebagai sandaran kapal-kapal nelayan yang berada di sekitar badan sungai. Sedangkan aktivitas umum yang dipergunakan oleh masyarakat kota Banda Aceh antara lain seperti pencucian mobil, pakaian, dan boat-boat nelayan.
Krueng Aceh di masa lalu'

Sejarah

Keberadaan Krueng Aceh pada zaman Kesultanan Aceh Darussalam, memiliki nilai yang sangat strategis dalam menumbuh-kembangkan kota ‘Bandar Aceh’---sebagai ibukota Kesultanan Aceh Darussalam yang kosmopolit.

Pasca pemindahan istana Kesultanan Aceh Darussalam dari Gampong Pande ke Darud-Duniya (tempat berdirinya Meuligo Aceh) sekarang, oleh Sultan Alaidin Mahmudsyah (1267-1309 Masehi). Situasi ibukota Kesultanan Aceh Darussalam, ketika itu sangat ramai oleh lalu-lalang kapal-kapal berukuran besar yang masuk hilir mudik membawa barang-barang perdagangan ke tengah wilayah kota. Bahkan kapal-kapal besar dari mancanegara itu, bisa masuk langsung melalui jalur Krueng Aceh hingga menembus wilayah jantung kota. Hal ini dimungkinkan, karena pada saat itu jalur Krueng Aceh merupakan jalur bebas hambatan untuk masuknya kapal-kapal perdagangan dan kapal penumpang. Sebab, tak ada tiang-tiang jembatan Peunayong dan Pante Pirak yang berdiri di tengah sungai pada saat itu.

Fungsi Krueng Aceh pada saat itu, sekilas hampir menyerupai fungsi dari Sungai Rhein---sungai terpanjang di Eropa. Seperti kita ketahui, hingga kini aktivitas kapal-kapal dagang berukuran besar yang melintasi sungai Rhein sangat padat dan ramai Setiap hari berton-ton barang dan ribuan penumpang diangkut dari satu kota ke kota lainnya di Jerman. Kota Koln dan Bonn di Jerman, termasuk kota yang ditunjang perekonomiannya oleh ‘jasa baik’ aliran Rhein. Kemudian kemajuan ‘pemanfaatan jasa sungai’ yang serupa dengan Koln--- juga berlangsung di sejumlah kota lainnya--- di luar Jerman.
Pada umumnya, sejumlah kota besar di Eropa yang berada di pinggiran Rhein, menggunakan jasa aliran air Rhein untuk menunjang kelancaran transportasi kapal-kapal dagang dan kapal fery. Para turis yang berkunjung ke Jerman, biasanya saling berebut kesempatan untuk menatap pesona kemajuan arsitektur kota-kota di Jerman yang terpancar indah di sepanjang aliran Rhein. Sebagai informasi tambahan, aliran air sungai Rhein itu mengalir dari wilayah pegunungan Swiss, menuju Austria, Jerman, Perancis, Belanda, hingga ke sejumlah negara maju lainnya di Eropa. Dan akhirnya sungai Rhein bermuara ke Laut Utara.

Di sekitar jalur pinggiran sungai Rhein, banyak ditumbuhi oleh sejumlah kebun anggur. Suasananya sangat tertata rapi dan cantik. Banyak pula warga kota ataupun para turis yang memanfaatkan sungai Rhein, sebagai tempat untuk berwisata bersama keluarga, sambil menikmati sejumlah makanan yang tersaji di atas ‘restoran kapal’. Biasanya para turis suka menikmati makanan khas Eropa, seperti roti hamburger, pizza hut, donat, sambil mereguk beberapa minuman khas Amerika Serikat, seperti Coca Cola, Pepsi atau sejumlah minuman bercita rasa buah-buahan segar lainnya. Meskipun lalu-lintas kapalnya sangat padat, namun pergerakan kapal yang lalu-lalang di atas ‘jalur krueng Rhein’ itu tetap berlangsung dengan lancar dan tertib.

Kondisi ini hampir menyerupai pula dengan fungsi Krueng Aceh dulu. Pada masa Sultan Iskandar Muda, Krueng Aceh sangat ramai disinggahi dan dilalui oleh kapal-kapal besar yang mengangkut barang dan penumpang. Dan juga sangat ramai dikunjungi oleh kapal-kapal dari mancanegara, yang mengangkut sejumlah orang untuk berdagang ke Bandar Aceh Darussalam.
Berdasarakan silsilah sejarah, pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, panorama di pinggiran sungai Krueng Aceh dan Krueng Daroy dulu, banyak ditumbuhi oleh aneka pepohonan yang berbuah manis dan segar, serta dengan berbagai jenis rasa buah-buahan lainnya. Dan di sekitar Krueng Aceh dan Krueng Daroy, juga banyak ditumbuhi oleh aneka bunga yang mekar mewangi memenuhi Taman Bustanussalatin.

Terlebih dari itu, menurut Dr.Kamal A.Arif, “Pada zaman kesultanan Aceh Darussalam tempo doeloe, air sungai Krueng Aceh dipercayai memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Mohon maklum saja, karena pada masa lalu, sungai ini memiliki air yang bersih dan sehat. Orang-orang yang memiliki berbagai macam penyakit datang dari berbagai daerah untuk mandi di sungai tersebut. Francois Martin pada tahun 1602, menduga bahwa air sungai yang bersih ini memperoleh khasiat untuk menyembuhkan penyakit, karena adanya tanaman obat-obatan seperti kamper, dan pohon benzoat yang ditanam di hulu sungai.”

Para pedagang dari Arab, Turki, Kerajaan Mughal, dan dari berbagai tempat lain di seluruh India, setelah merasakan dan meminum air tersebut, mengatakan bahwa dari semua negara yang telah mereka kunjungi, tidak ada sungai yang seperti sungai di Krueng Aceh Darussalam, yang manis rasanya. Dan dapat menjadi obat bagi setiap manusia yang ikut minum dan mandi di dalam Krueng Aceh. Kondisi tersebut, juga berlaku sama bagi yang mandi dan minum di Darul-‘Isyki (Krueng Daroy), pada masa Kesultanan Aceh Darussalam dulu.

Sultan Iskandar Muda, yang sengaja membelokkan aliran air Krueng Daroy ke dalam istana. Sebagai Sultan Kerajaan Aceh Darussalam yang termasyhur dan teguh memegang adat, Sultan Iskandar Muda sangat memperhatikan sistem pelestarian lingkungan hidup. Dia melarang orang menebang pohon. Lalu Sultan, selalu menjaga kebersihan dan kejernihan sungai Krueng Daroy dan Krueng Aceh. Sehingga kedua sungai itu sangat higienis untuk tempat mandi, bahkan juga bisa menjadi obat penyembuh luka-luka pada bagian kulit. Atau dapat pula menyembuhkan berbagai jenis penyakit yang menahun lainnya, melalui proses penyegaran natural (alamiah) yang muncul dari air Krueng Aceh.

Dari segi higienis, Krueng Daroy dan Krueng Aceh pada masa lalu, jauh lebih jernih dari sungai Rhein. Kondisi Krueng Aceh dan Krueng Daroy, dapat lebih terjaga kedamaian dan kenyamanannya kala itu,karena semua aliran sungainya berada di bawah kedaulatan Sultan Iskandar Muda. Berbeda, dengan posisi sungai Rhein yang melintasi sejumlah negara di Eropa, dimana pada masa lalu sering menjadi wilayah perebutan kekuasaan antara berbagai negara di Eropa. Sejak masa kekaisaran Romawi.

12. Waduk Keuliling 

Waduk Keuliling
Jika Anda pernah melewati jalan Banda Aceh - Medan, pasti akan melewati jalan menuju ke waduk ini, jika dihitung-hitung dari pusat Kota Banda Aceh ke waduk Keuliling ini ada sekitar 35km lebih atau membutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat.

Waduk yang dibangun sejak tahun 2000 silam ini baru bisa dinikmati oleh warga sebagai salah satu tempat wisata pada tahun 2008. Walaupun demikian, waduk yang merupakan multi fungsi ini memang selalu kerap dikunjungi warga diakhir pekan untuk bersantai dan menikmati pemandangan yang asri.

Sumber air waduk ini berasal dari irigasi Keuliling, sungai sebagai sumber untuk waduk Keuliling tersebut juga merupakan salah satu sub-basin DPS Krueng Aceh yang mempunyai potensi air yang cukup besar untuk meningkatkan penyediaan air baku dalam rangka memenuhi kebutuhan air untung Banda Aceh dan Aceh Besar.

Waduk buatan yang berada di antara bukit-bukit tersebut memberikan suasana tersendiri bagi penikmat alam, selain terdapat pondok-pondok kecil untuk bersantai, tempat jualan, mushalla untuk beribadah, juga bagi Anda yang hobi mancing juga bisa menjadi salah satu tujuan untuk melepaskan kegemaran tersebut di waduk ini.

Selain itu pemandangan yang sungguh luar biasa menjadi salah satu keunikan, pasalnya Anda bisa menikmati beragam keindahan alam lainnya seperti view yang memanjakan mata, mulai dari penampakan gunung Seulawah sampai pegunungan yang menghubungi Aceh Besar ke pantai barat kota Lamno, Aceh Barat dan sekitarnya.

Tidak hanya itu, saat kita mengunjungi sebuah mushalla yang berada disalah satu bukit, kita juga akan menyumpai dua buah makam peninggalan lama seperti yang bisa Anda lihat dalam gambar di atas.

Waktu itu, saya melihat batu nisan dengan corak lama terpampang jelas. Namun, saya tidak tahu makam siapakah ini karena disana tidak terdapat namanya. Ketika itu saya cuma mampu melihat sebuah tulisan di nisannya yang bertuliskan bahasa Arab dengan lafadz “Lailahaillallah”.

Dalam catatan perjalanan saya, waduk keuliling ini menjadi tempat favorit untuk menikmati alam bebas selain hamparan laut. Karena sensasi berbeda di waduk keuliling bisa membuat kita lupa akan rutinitas, tidak hanya itu desiran angin siang hari di tengah-tengah waduk bisa membuat kita terbawa untuk rileks. Ingin buktinya? jangan lupa singgah ke waduk Keuliling ini jika Anda tiba di Banda Aceh ya.


13. Cagar Alam Jantho 

Dari Banda Aceh (Ibukota Propinsi NAD) berjarak sekitar 50 Km. Dari Kota Jantho (Ibukota Kabupaten Aceh Besar) ke Kawasan Cagar Alam sekitar 9 km. kita dapat kesana Menggunakan kendaraan pribadi ataupun sarana transportasi umum.

Kawasan Cagar Alam Jantho menjadi kawasan lindung bagi pemerintah daerah Nangroe Aceh Darussalam. Berbagai Flora dan Fauna hidup dalam cagar alam ini. Waktu kunjungan terbaik pada bulan April s/d Agustus (Musim Kemarau) untuk menikmati pemandangan/panorama yang indah. Jenis Flora yang bisa didapati diantaranya hutan Pinus, Mampre, Jambu air, Gleum, Bremen, Sampang, Ara, Damar, Medang, Kayu hitam, Beringin, Meranti, Kandis, Rambutan hutan, Tampu, Ketapang, Medang ara, Lukup, Tampang, Lawang, Semiran, Anang, Jenarai, Kerakau, Rengen, Merbau. Sementara keanekaragaman fauna yang bisa dijumpai seperti siamang, Owa, Macan dahan, Kucing Hutan, Rusa, Kijang, Kancil, Napu, Gajah, Kambing Hutan, Beruang, Trenggiling, Kukang, Kuao.
Sumber : berbagai sumber 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar